News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Remaja Putri di Afrika Selatan Harus Tes Keperawanan untuk Memperoleh Beasiswa

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, AFRIKA SELATAN - Sebuah skema pemberian beasiswa ke jenjang universitas bagi pelajar putri di Afrika Selatan yang mampu mempertahankan keperawanannya, dinyatakan bertentangan dengan undang-undang dasar yang berlaku di negara itu.

Informasi ini dilansir Reuters, Jumat (17/6/2016), mengutip penetapan dari Komisi Kesetaraan Jender Afrika Selatan.

Ide yang ditawarkan seorang Wali Kota di negara itu mengundang perdebatan panjang sejak Januari lalu. Kritik yang terlontar menyebut, patokan keperawanan merupakan hal usang yang tak pantas dipakai.

Sementara, di sisi lain, kelompok tradisional memandang hal itu penting demi menjaga budaya di Afrika.

Jumat kemarin, Komisi Kesetaraan Jender menyebutkan, program ini menunjukkan praktik diskriminasi terhadap perempuan.

Salah satu alasannya adalah karena siswa laki-laki tak diwajibkan memenuhi persyaratan itu.

"Pembiayaan apapun yang dikucurkan oleh lembaga negara berdasarkan seksualitas wanita hanya akan melanggengkan patriarki dan ketidaksetaraan di Afrika Selatan," demikian tertulis dalam pernyataan komisi tersebut.

Kelompok-kelompok pembela hak asasi manusia menyokong penilaian ini.

"Bukan persoalan budaya yang ada dalam isu ini. Ini menyangkut alokasi dana negara yang berdasarkan keperawawan bagi wanita adalah melanggar UUD yang melindungi kesetaraan, kewibawaan dan privasi," ungkap Sanja Bornman, pengacara dari kelompok pembela HAM.

Bornman mengatakan, ketentuan yang menyebutkan perempuan penerima beasiswa harus terus melakukan tes keperawanan, misalnya saat berakhir masa liburan.

Jika dalam pemeriksaan itu terbukti seorang penerima beasiswa telah kehilangan keperawanannya, maka dia akan dicoret dari daftar penerima beasiswa.

Dudu Mazibuko, Wali Kota yang menggagas ide ini pada bulan Januari lalu, mengatakan, skema ini akan mengurangi angka kehamilan di kalangan remaja.

Selain itu, metode ini pun akan mencegah meluasnya penularan virus HIV/Aids. Di sisi lain, kesempatan belajar pada jenjang universitas bagi perempuan dapat membuka lapangan kerja bagi mereka di Provinsi KwaZulu Natal.

Mazibuko, mengungkapkan argumen, selama ini pun sudah menjadi budaya yang kuat untuk melakukan tes keperawanan di wilayah miskin di provinsi pesisir timur tersebut.

Namun demikian, pegiat kesetaraan jender dan sejumlah politisi mengecam ide ini. Mereka menyebut skema tersebut patriakis dan antiperempuan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini