"Ketika saya mulai kehilangan harapan untuk bisa tetap hidup, saya mencoba menerimanya." kata dia.
"Saya mulai mengambil ponsel, dan mengirimkan pesar kepada keluarga dan banyak teman meminta dukungan doa untuk roh saya nantinya," kata dia lagi.
"Saya juga sudah mengucapkan selamat tinggal untuk selamanya," ungkap Marjana.
Namun, Marjana mengaku tak sanggup mengirim pesan emosional itu kepada keluarganya.
"Saya khawatir ayah saya malah pingsan karena emosi yang meluap, atau bahkan meninggal mendengar kabar macam ini," ungkap dia.
Di saat dia terpuruk dalam bayangan kematian, seorang lelaki muda yang biasa merawat seorang jompo di biara itu datang menolong.
"Ketika itu, saya mendengar suara yang memanggil nama saya, 'Suster Marjana, Suster Marjana'," kata dia.
Pemuda itu yang kemudian menariknya dari reruntuhan, di atas permukaan yang masih labil dan bergoyang.
Selanjutnya, dia diangkat dan didudukkan di sisi jalan. Saat itulah dia kembali mengirimkan pesan selular untuk mengabarkan keselamatannya.
Momen itu diabadikan oleh seorang jurufoto kantor berita ANSA, dan menyebar luar ke seluruh dunia.
Kemarin, Marjana menghabiskan waktunya untuk menjalani pemeriksaan medis untuk debu di saluran pernafasan dan luka di kepala yang harus dijahit.
Setelah kembali ke rumah, dia menangis sambil memikirkan keluarganya.
Dalam keselamatan yang didapatkannya, Marjana tetap berduka.
Dia kehilangan tiga rekan biarawati dan empat orang jompo yang selama ini mereka rawat.