TRIBUNNEWS.COM, SWISS-Kebijakan dan anggaran negara yang adil gender adalah sebuah keharusan.
Hal ini perlu dilakukan untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan, menciptakan kehidupan publik yang lebih adil bagi perempuan.
Hal itu diungkapkan oleh anggota DPR RI Irine Yusiana Roba Putri di Forum of Women Parliamentarians di sela-sela Sidang Inter-Parliamentary Union (IPU), di Jenewa, Swiss (23/10/2016).
"DPR RI saat ini sedang dalam proses legislasi UU Keadilan dan Kesetaraan Gender dan UU Penghapusan Kekerasan Seksual yang bertujuan salah satunya memberi perempuan kemudahan saat melaporkan kekerasan kepada pihak kepolisian," kata Irine Yusiana yang juga anggota Badan Kerjasama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI.
"Terkait anggaran, karena perempuan memiliki kebutuhan yang berbeda dari laki-laki, maka perempuan harus memiliki akses terhadap fasilitas yang sesuai," tambahnya.
" Selama ini, kebijakan publik kita sangat maskulin, dan semua fasilitas publik masih dominan dipandang dari sudut dan kebutuhan laki-laki. Kebijakan dibuat, diawasi, dan dilaksanakan oleh laki-laki, dan perempuan kurang mendapat tempat di sini," kata Irine Yusiana.
Dalam penjelasannya yang diterima tribunnews.com juga dijelaskan, delegasi dari negara lain menyatakan, kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan dalam politik bukanlah mitos.
Angka ini masih sangat besar, seperti ditunjukkan oleh survei IPU terhadap 55 anggota parlemen perempuan dari 39 negara.
Survei IPU itu mengungkap, sebanyak 82% politikus perempuan mengalami kekerasan psikologis, sementara 44% mengalami ancaman kekerasan.
Dan 65% dari mereka pernah mendapat komentar bernada seksis terutama dari kompetitor atau parpol lain.
IPU yang seluruhnya diikuti oleh 138 negara berkomitmen memastikan perempuan bisa berpartisipasi sama dalam politik.
Sidang IPU ke-135 tahun ini berlangsung pada 23-27 Oktober di Swiss, dengan topik meningkatkan peran anggota parlemen dalam mengatasi pelanggaran hak asasi, terutama kekerasan terhadap perempuan.
Delegasi dari negara lain juga menyoroti kekerasan terhadap kaum minoritas dalam politik, baik minoritas menurut agama, ras, maupun orientasi seksual.
Hal lain yang diangkat adalah kekerasan dalam politik dapat juga berupa komentar yang seksis terhadap perempuan. Semua ini tidak boleh dibiarkan karena hanya meminggirkan perempuan.
Pada forum ini, semua delegasi parlemen bersepakat bahwa perempuan harus meninggalkan sekat -sekat politik dan bekerja sama menghadapi ketidakadilan terhadap perempuan.
Irine Yusiana menambahkan bahwa partisipasi perempuan dalam politik telah dan akan terus membuat banyak perbedaan.
Perempuan membawa pandangan dan talenta yang berbeda yang memengaruhi pembentukan agenda politik.
"Catatan Komnas Perempuas Indonesia menunjukkan bahwa kandidat perempuan menghadapi lebih banyak ancaman dan intimidasi daripada kandidat laki-laki," ungkapnya.
"Hal ini tidak boleh dibiarkan, dan kami anggota parlemen perempuan berkomitmen mewujudkan politik yang lebih ramah bagi generasi perempuan Indonesia berikutnya," kata Irine Yusiana Roba Putri.