TRIBUNNEWS.COM, CANBERRA - Hentikan kerja sama militer dengan Australia, Panglima TNIĀ Jenderal TNI Gatot Nurmantyo disebut sejumlah media Australia berambisi jadi presiden.
Beberapa media Australia menyorot keputusan Gatot Nurmantyo untuk menghentikan kerja sama militer antara TNI dengan Australia.
Media-media tersebut termasuk seperti Sydney Morning Herald, Fairfax Media, dan Australian Financial Review.
Dalam artikel Sydney Morning Herald yang berjudul 'Why Indonesian General Gatot Nurmantyo Halted Military Ties with Australia', dibahas alasan di balik keputusan tersebut.
Seorang sumber yang tak disebutkan namanya mengatakan pada Fairfax Media bahwa Gatot Nurmantyo sebenarnya memiliki ambisi untuk terjun di dunia politik.
Hal itu terlihat dari keputusan Gatot Nurmantyo untuk menghentikan kerja sama militer dan menarik prajurit-prajurit terbaiknya dari pelatihan khusus militer di Australia.
Semua keputusan itu dilakukan Gatot Nurmantyo secara sepihak, tanpa referensi dari Presiden Joko Widodo.
Baca: Panglima TNI Tak Akan Berunding ke Australia Sebelum Ada Hasil Investigasi
Gatot Nurmantyo juga seakan membesar-besarkan kasus pelecehan Pancasila dan TNI di publik, yang seharusnya ditangani tanpa harus mengangkatnya ke ranah publik.
"Gatot malah memicu agar kasus ini meledak. Padahal, seharusnya ditangani secara diam-diam," kata seorang sumber tersebut.
"Gatot tampaknya berambisi untuk menjadi seorang presiden atau wakil presiden," katanya.
Sang sumber juga mengatakan Gatot Nurmantyo memanfaatkan kasus ini dan keputusannya tersebut untuk menaikkan citra nasionalismenya.
"Ini menjadi cara yang baik baginya untuk mendongkrak citra nasionalismenya," kata sumber itu lagi.
Seorang profesor politik internasional Deakin University Damien Kingsbury pun menyebut sebenarnya keputusan menghentikan kerja sama militer itu tidak biasa.
"Beliau (Gatot) harusnya tahu pasti bahwa dampak dari keputusan menghentikan kerja sama itu berpengaruh pada hubungan bilateral kedua negara," ucap Damien Kingsbury.
Melalui pernyataan tertulis, Menteri Pertahanan Australia Marise Payne telah mengatakan kasus penghinaan Pancasila dan TNI tengah diselidiki.
Marise Payne juga menyebut Panglima Angkatan Bersenjata Australia (ADF) Mark Binskin telah menghubungi Panglima TNI Gatot Nurmantyo.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengakui ada oknum anggota ADF yang menghina lambang negara Indonesia, Pancasila.
Hal ini diketahui dari laporan pelatih dari Korps Pasukan Khusus (Kopassus) yang mengajar di sebuah akademi pasukan khusus di Australia.
Saat mengajar, pelatih tersebut mengetahui adanya materi-materi pelatihan yang isinya menjelek-jelekkan TNI.
Saat menghadap kepala sekolah di akademi tersebut untuk mengajukan proter, sang pelatih malah menemukan tulisan lain yang isinya justru menghina lambang negara Indonesia, Pancasila.
Sejumlah media Australia menyebut penemuan materi pelatihan yang menyinggung itu terjadi di lembaga pelatihan bahasa pasukan militer khusus di Perth, Australia.
Gatot Nurmantyo pada Desember lalu mengatakan bahwa sempat ada kerja sama antara Indonesia dan Australia, di mana Indonesia mengirimkan guru Bahasa Indonesia ke Australia.
Ia menyebut guru Bahasa Indonesia tersebut sempat diminta untuk memberikan materi tugas yang isinya terkait propaganda Papua Merdeka.
Dalam materi tugas tersebut, disebutkan bahwa Papua adalah bagian gugus kepulauan Melanesia dan seharusnya menjadi negara tersendiri.
Protes kemudian dilayangkan dan berbuntut permintaan maaf dari panglima militer Australia.(Sydney Morning Herald/The Australian/ABC News)
Hingga berita ini diturunkan tribunnews.com belum mendapatkan tanggapan dari Panglima TNI