TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Agenda kerja Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mewujudkan janji kampanyenya terus berlanjut.
Namun, kebijakan baru Trump mendapatkan banyak kecaman tak hanya dari dunia internasional, namun juga dari dalam negerinya sendiri.
Seperti keputusan Trump melarang masuknya pendatang dari tujuh negara, yakni Suriah, Irak, Iran, Sudan, Somalia, Yaman, dan Libia ke AS mendapat kecaman pengacara-pengacara yang bergabung dalam Partai Demokrat.
Pengacara yang berasal dari 15 negara bagian AS tersebut akan menjadi motor penentang kebijakan Trump yang dianggap tidak populis.
Seperti diberitakan Reuters, Minggu (29/1/2017), ke-15 negara bagian itu antara lain California, New York, Pannsylvania, Washington, Massachusetts, Virginia, Vermont, Oregon, Connecticut, New Mexico, Lowa, Maine, Maryland, Illinois, dan Columbia.
Baca: Kebijakan Donald Trump Picu Keresahan Komunitas Muslim Dunia
"Kebebasan beragama telah dan akan selalu menjadi prinsip dasar dari negara ini dan tidak ada presiden yang bisa mengubahnya," tutur salah satu pengacara, seperti dikutip Reuters.
Selain itu, salah satu pendiri Google, Sergey Brin, juga ikut larut mendemo keputusan Trump bersama aktivis lainnya di Bandara San Francisco, Sabtu. Dalam aksi itu, Brin menyatakan bahwa keluarganya sejatinya juga merupakan imigran pengungsi dari Uni Soviet pada tahun 1979 silam.
Karena pernah merasakan penderitaan pengungsi, Brin pun tergerak untuk menentang keputusan Trump. Janji Trump Mendapat protes keras, Trump pun menegaskan larangan tersebut hanya bersifat sementara.
Pemerintah, menurut Trump, membutuhkan waktu selama 90 hari ke depan sejak keputusan itu diteken Jumat (27/1) untuk membangun prosedur screening (pendeteksian) yang solid terhadap pengungsi, imigran dan wisatawan.
"Jika dalam jangka waktu 90 hari prosedur screening AS telah cukup teruji, maka AS akan kembali menerbitkan visa bagi seluruh negara," terang Trump.
Trump juga menegaskan, larangan izin masuk AS itu bukan mengenai muslim atau non muslim. "Ini adalah terkait masalah keamanan di Amerika. Karena ada lebih dari 40 negara muslim di dunia yang tak terdampak dari kebijakan kami," kata Trump.
Sejak dilantik 20 Januari 2017 lalu, Trump sudah tiga kali menelurkan kebijakan yang bernada keras. Pertama, penegasan secara formal mundurnya AS dari pakta perdagangan Trans Pacific Partnership (TPP).
Kedua, rencana pembangunan tembok perbatasan AS-Meksiko guna menghentikan imigrasi ilegal. Dan ketiga, larangan masuknya penduduk dari tujuh negara muslim ke AS.
Sebelumnya, Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto membatalkan kunjungannya ke Washington untuk bertemu Trump yang dijadwalkan terjadi Kamis (27/1) pekan lalu. Pertemuan ini sedianya membahas rencana pembangunan tembok perbatasan AS-Meksiko.
Trump mengancam akan mengenakan pajak tinggi atas barang asal Meksiko, jika negara itu menolak membantu membiayai pembangunan tembok perbatasan.
Reporter: Yuwono Triatmodjo