TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Polisi Inggris merilis nama pelaku serangan maut di Jembatan Westminster dan depan gedung Parlemen Inggris, London, yang mengakibatkan empat orang meninggal serta sekitar 40 orang terluka.
Pelaku bernama Khalid Masood (52), kelahiran Kent, tenggara London, yang mempunyai beberapa nama samaran namun tidak ada punya catatan terkait kelompok radikal dan terorisme .
Pada masa lalu Khalid Masood punya nama Adrian Elms.
"Intelijen tidak punya catatan mengenai niat Khalid Masood melakukan serangan teroris. Namun ia sudah dikenal oleh kalangan kepolisian karena pernah melakukan tindakan kriminal, di antaranya penyerangan, kepemilikan senjata, serta mengganggu ketertiban umum." ujar Kepolisian Inggris, Kamis (23/3/2017).
Khalid tewas tergeletak di tanah setelah ditembak di bagian dadanya oleh polisi, Rabu (22/3/2017) siang waktu setempat.
Di depan tubuh Khalid terdapat jenazah polisi tak bersenjata, Keith Palmer, yang tewas setelah ditikam menggunakan pisau oleh pelaku.
Menurut penelusuran pers Inggris, Khalid berubah menjadi radikal setelah ia bekerja dan tinggal di Arab Saudi selama empat tahun.
Pada 2009 ia kembali ke Inggris dan bekerja sebagai guru sekaligus mengelola sebuah usaha.
Khalid Masood melakukan serangan terhadap para pejalan kaki di jantung Kota London, Westminster, Rabu siang.
Ia menabrakkan mobil ke arah orang-orang yang berada di Jembatan Westminster dan trotoar dekat gedung Parlemen Inggris.
Tak pelak, empat orang tewas dan puluhan lainnya terluka. Para korban tewas yaitu Aysha Frade (43, seorang dosen), Keith Palmer (48, polisi), Kurt Cochran (54, turis dari AS), dan seorang pria berusia 75 tahun.
Kepolisian Inggris, Scotland Yard, mengatakan Khalid Masood mempunyai sejumlah nama alias.
Dalam daftar riwayat hidup Khalid mengaku menyandang gelar sarjana ekonomi.
Pada 2005 ia bekerja sebagai pengajar Bahasa Inggris di Yanbu, Arab Saudi. Di negeri itu ia menikah dengan perempuan setempat, Farzana Malik.
Adrian Elms kemudian berpindah agama an mengubah namanya menjadi Khalid Masood.
Ketika kembali ke Inggris pada 2009, ia bekerja sebagai guru senior Bahasa Inggris di TEFL College, Luton.
Pada 2012 ia mendirikan lembaga pendidikan Bahasa Inggris, bernama IQRA, di Birmingham.
Dalam daftar riwayat hidupnya, Khalid menggambarkan dirinya sebagai sosok bersahabat, mudah didekati, dan pendengar yang baik.
Ia pernah mendapat hukuman kasus perusakan pada 1983 saat usianya 19 tahun.
Pada 2003 ia kembali berurusan dengan hukum karena menikam wajah seorang pria berusia 22 tahun. Korban harus menjalani operasi platik di wajahnya.
Operasi penggerebekan
Dalam catatan kriminal polisi tidak ada data mengenai keterlibatannya di kasus terorisme.
Namun dinas rahasia Inggris, M15, sejak beberapa tahun lalu memasukkan nama Khalid dalam daftar pengawasan. Polisi juga menegaskan intelijen tidak mendapat indikasi bakal adanya serangan mematikan.
Seorang tetangga pelaku di Birmingham, Anna Goras (32), mengatakan Khalid merupakan sosok yang punya kepribadian ganda.
"Ia kelihatan sebagai orang yang keras. Ketika dia dalam kondisi emosional, Anda jangan coba-coba adu argumentasi dengan dia," katanya.
Belakangan kelompok ISIS (Negara Islam Irak Suriah) mengaku bertanggungjawab terhadap serangan yang dilakukan Khalid. ISIS mennyebut Khalid sebagai tentaranya.
Untuk mengembangkan kasus itu polisi melakukan serangkaian penggerebekan di sejumlah tempat. Ada delapan orang ditangkap.
Polisi juga menggeledah sebuah apartemen di dekat Kampung Olympic, London Timut, yang ditinggali seorang perempuan bernama Rohey Hydara.
Ia tinggal bersama Khalid Masood meski mempunyai alamat berbeda.
Belum jelas apa hubungan Rohery dengan Khalid Masood.
Perdana Menteri Inggris, Theresa May, ketika memberi penjelasan di depan parlemen mengatakan Khalid dilahirkan di Inggris dan beberapa tahun lalu pernah diselidiki karena ada kekhawatiran terlibat aksi kekerasan.
Namun ia dikategorikan sebagai sosok pinggiran. (dailymail/febby mahendra)