TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saya punya seorang teman baik, warga negara Amerika Serikat. Ia sangat menyukai makanan Indonesia, utamanya mi instan Indomie.
Berdomisili di negara bagian California, tidak susah baginya untuk menemukan dan membeli Indomie karena beberapa pasar swalayan Asia seperti di Los Angeles dan San Francisco menjual produk mi instan tersebut.
Akan tetapi, bukan hanya di Amerika Serikat Indomie populer dan dikenal. Indomie hadir juga di Eropa, Timur Tengah, hingga ke Afrika.
“Indomie diluncurkan sejak tahun 1982 dan sekarang tersedia di banyak negara, seperti Amerika Serikat, Australia, Inggris, Timur Tengah, dan sebagainya,” tulis produsen Indomie, PT Indofood Sukses Makmur Tbk dalam situs resminya seperti dikutip Kompas.com, Minggu (25/3/2017).
Indofood sendiri adalah produsen mi instan terbesar di dunia.
Dengan 16 pabrik, sebanyak 15 miliar bungkus Indomie diproduksi setiap tahunnya. Tidak hanya di Indonesia, Indomie pun diekspor ke lebih dari 60 negara di seluurh dunia.
Pasar-pasar kunci ekspor Indofood antara lain Australia, Irak, Papua Nugini, Hong Kong, Timur Leste, Yordania, Arab Saudi, Amerika Serikat, Selandia Baru, Taiwan, dan negara-negara lainnya di Eropa, Afrika, Timur Tengah, dan Asia.
Indomie di Afrika
Mengutip The Guardian Nigeria, di Afrika, Indomie diproduksi oleh Dufil Prima Foods Plc. Pada awal tahun ini, Indomie dinobatkan sebagai produk mi instan yang paling banyak dipilih di Afrika, berdasarkan pemeringkatan yang dibuat oleh Kantar Worldpanel bertajuk Brand Footprint tahun 2016.
Indomie berada pada peringkat teratas dalam kategori Fast-Moving Consumer Goods (FMCG) di Afrika.
FMCG adalah produk sehari-hari dengan volume penjualan tinggi dan harga relatif rendah, seperti roti, minuman ringan, pasta, produk sanitasi, baterai, susu, dan beberapa produk makanan.
Dalam pemeringkatan itu, Indomie memperoleh nilai tertinggi dalam Consumer Reach Points (CRPs).
Ini adalah metrik yang menghitung penetrasi sebuah merek dan frekuensi pembelian, berdasarkan 1 miliar keputusan pembelian oleh konsumen kategori FMCG di seluruh wilayah Afrika Barat, Tengah, dan Timur pada tahun 2016.
Media ekonomi The Economist pun pernah menyoroti pesatnya konsumsi beras dan gandum di daratan Afrika.
Layaknya warga Asia, beras dan nasi juga jadi makanan pokok di Afrika, dan popularitasnya terus meningkat.
Organisasi Pangan dan Agrikultur (FAO) mengestimasi, konsumsi nasi per kapita tumbuh sangat pesat di Sub-Sahara Afrika, jika dibandingkan dengan kawasan lainnya di Afrika.
Namun, yang menarik adalah konsumsi makanan kemasan juga tidak kalah pesat pertumbuhannya.
Makanan kemasan kian populer, khususnya di negara-negara miskin di Asia dan Afrika. Di Benua Hitam, konsumsi mi instan yang bahan bakunya adalah gandum sangat pesat.
“Indomie, merek asal Indonesia, mulai memproduksi mi instan di Nigeria pada pertengahan tahun 1990-an. Kini (Indomie) memiliki beberapa pesaing di negara itu, dan permintaan juga meningkat di kawasan lainnya di Asia Barat,” tulis The Economist pada awal bulan ini.
Penulis : Sakina Rakhma Diah Setiawan
Sumber : the economist, The Guardian Nigeria,