Pemerintah Filipina mengklaim korban sipil berkisar antara 20 hingga 38 orang.
'Kegilaan' Maute
Berbekal terowongan anti-bom, senjata anti-tank yang disembunyikan di masjid, perisai manusia, dan penguasaan medan, kelompok milisi Marawi, di Filipina selatan, dapat bertahan di wilayah itu.
Keunggulan itu terbukti sanggup memberikan perlawanan lebih kuat kepada pasukan militer Filipina yang mencoba menumpas mereka.
Kini, sudah dua minggu berlalu sejak pasukan teroris itu mengibar-ngibarkan bendera hitam milik kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) di Marawi, mereka tak kunjung dapat ditaklukkan.
"Keuntungan dari musuh adalah penguasaan medan mereka, mereka tahu di mana gang terkecil sekali pun dan mereka bebas untuk berkeliling," ungkap Mayor Rowan Rimas, petugas operasi untuk Marinir Filipina, di Marawi, seperti dikutip AFP.
"Mereka tahu dari mana asal pasukan pemerintah, dan di mana mereka berlindung, mereka memiliki penembak jitu, dan posisi tersebut mereka dipertahankan dengan baik."
Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana mengakui pada awal konflik, pasukan keamanan terkejut ketika puluhan orang bersenjata muncul di jalan-jalan Kota Marawi.
Pemandangan itu muncul setelah sebuah serangan militer yang gagal untuk menangkap salah satu pemimpin mereka, Isnilon Hapilon.
Mereka muncul dari rumah-rumah di Marawi kota Islam terbesar di Filipina, -negara berpenduduk mayoritas Katolik.
Kekuatan tak terduga itu memberikan perlawanan, termasuk menyandera pemuka agama Katolik yang ada di sana.
Mereka pun membakar dan menghancurkan banyak bangunan, termasuk bangunan gereja.
Lorenzana dan para pemimpin militer lain mengaku tak menyangka pasukan militan bisa memberi perlawanan dalam perebutan Marawi.
Diperkirakan, kekuatan militan ini hanya sekitar 100 orang bersenjata, namun kenyataannya ada lebih dari 500.