News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tak Takut Mati, Pelajar Kashmir Turun ke Jalan Gantikan Pemimpin Separatis yang Ditangkap

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pelajar Kashmir yang berunjuk rasa di jalan.

TRIBUNNEWS.COM - Wilayah Kashmir yang dikuasai India terus membara, demonstrasi, bentrokan dan pembunuhan terus berlangsung.

Dan ketika para pemimpin separatis Kashmir ditangkap, pelajar sekolah menengah turun ke jalan menggantikan mereka. Ini menambahkan dimensi baru pada konflik yang sedang berlangsung.

Meski korban terus bertambah, pemerintah India tetap enggan membuka dialog.

Berikut kisah lengkapnya seperti yang dilansir dari Program Asia Calling produksi Kantor Berita Radio (KBR).

Di distrik Tral di Kashmir, puluhan ribu orang berkumpul untuk menghadiri pemakaman pemimpin militan muda, Sabzar Ahmad.

Dia tewas dalam baku tembak dengan pasukan India pekan lalu. Para pelayat yang marah meneriakkan slogan antiIndia dan menuntut Azadi atau Kebebasan.

“Dia memberikan hidupnya untuk tujuan yang lebih besar. Dia adalah seorang martir. Dia sudah melakukan tugasnya dan sekarang tanggung jawab kita untuk mewujudkan misinya. Mari segarkan janji kalau kita tidak akan berhenti sampai kita membebaskan Kashmir dari pendudukan India,” kata seorang pemimpin lokal bernama Saifulah saat berpidato di hadapan massa.

Sekelompok orang bersenjata dan bermasker kemudian muncul entah dari mana. Mereka melakukan tembakan penghormatan untuk Sabzar.

Lalu seseorang secara spontan berpaling ke kerumunan dan dengan penuh semangat menceritakan alasan dia bergabung dengan militan.

“Kami tidak punya pilihan lain. Kami terpaksa mengangkat senjata. Saya bertanya pada para tetua, apa yang bisa dilakukan bila ada penindasan seperti ini? Ketika kehormatan dan martabat para ibu dan saudara perempuan kami dirusak? Ketika saudara kami dibunuh atau dipenjara?” katanya.

Kashmir adalah wilayah sengketa. Wilayah ini telah menjadi sumber konflik berkepanjangan antara India dan Pakistan sejak anak benua India terpecah pada 1947.

Hampir 100 ribu orang terbunuh di wilayah ini sejak akhir 1980-an. Saat itu terjadi sebuah pemberontakan bersenjata melawan pemerintah India dan memicu bentrokan berdarah. Dan ini terus berlanjut selama tiga dekade.

Juli lalu, kota kecil ini juga berduka atas kematian Burhan Wani. Dia dikenal sebagai anggota militansi baru di Kashmir. Dan Sabzar melanjutkan warisan Burhan.

Juru bicara pasukan paramiliter India, Rajesh Yadav, menyebut kematian Sabzar adalah sebuah anugerah.

”Peluang kami di Kashmir Utara dan Selatan sangat bagus dua hari terakhir. Kami telah menyingkirkan 10 teroris termasuk Sabzar yang menggantikan Burhan Wani. Ini adalah prestasi besar,” ujar Rajesh.

Pembunuhan Burhan tahun lalu memicu serangkaian demonstrasi dan bentrokan yang menewaskan 150 orang.

Wilayah Kashmir berada dalam pengawasan total aparat keamanan selama hampir enam bulan. Jam malam diberlakukan untuk membatasi gerakan masyarakat, bisnis dan lembaga pendidikan ditutup dan layanan telepon serta internet diblokir.

Tapi setelah kematian Sabzar, jam malam dan blokir internet telah dicabut.

Para pengunjuk rasa juga kembali ke jalanan dengan intensitas yang lebih tinggi. Tapi demo kali ini terlihat berbeda. Anak-anak berseragam sekolah mendominasi ujuk rasa menggantikan para pemimpin separatis yang saat ini berada di penjara dan tahanan rumah.

Shaista, 16 tahun, salah seorang pelajar yang ikut demo. ”Kakek kami harus menanggung semua ini dan terbunuh. Lalu ayah dan saudara laki-laki kami serta anak-anak juga mengalami situasi yang sama dan terbunuh. Berapa lama ini harus terjadi?” tuntut Shaista.

“Kami tidak akan membiarkan ini terjadi lagi. Dan lihat betapa kejamnya mereka memperlakukan para pelajar. Apa ada di tempat lain siswa terbunuh dengan peluru dan pelet?”

Meski korban terus bertambah, pengunjuk rasa makin tak kenal takut. Mereka bermanuver melewati para militan Kashmir dan pasukan India, mendobrak barisan keamanan dan membantu militan melarikan diri.

Kata analis pertahanan, Mani Chibber, ini merupakan tantangan serius bagi pasukan keamanan India.

“Masalah besarnya saat ini adalah tidak adanya kepemimpinan. Seolah-olah anak laki-laki dan perempuan muda ini berada di jalanan dengan harapan bisa mati. Dan mereka mengejek India dengan mengatakan ’kami siap mati, ayo kita lihat berapa banyak dari kami yang bisa Kalian bunuh’,” jelas Chibber.

Pasukan keamanan India juga mengadopsi metode baru. Baru-baru ini, seorang perwira tentara India mengikat seorang warga sipil Kashmir di depan kendaraannya sebagai perisai manusia. Ini dilakukan saat dia melewati sebuah daerah yang dikuasai pengunjuk rasa.

Tak lama sesudah itu, Komandan Angkatan Darat memberikan penghargaan untuk perwira itu dan menyebut tindakannya itu ‘inovatif’.

Jurnalis Prem Shakar Jha menyebut pemerintah India telah kehilangan landasan moral yang tinggi di Kashmir.

“Hari ini Anda sepenuhnya kehilangan moral Anda di Kashmir. Dan tidak lama lagi Anda akan kehilangan moral Anda di dunia. Kami telah dihancurkan di Kashmir dan tidak ada yang mendukung,” jelas Jha.

Menanggapi situasi yang memburuk di Kashmir, Iran dan Turki telah menawarkan diri menjadi penengah antara India dan Pakistan. Tapi India menolak mediasi dan tidak mau berbicara dengan Pakistan atau pemuda Kashmir.

Tapi Kapil Kak, anggota kelompok masyarakat sipil. Center for Peace and Progress yang mencoba memfasilitasi pembicaraan, percaya dialog antara semua pemangku kepentingan adalah satu-satunya jalan.

“Tiga generasi telah melihat konflik ini. Pemerintah pusat gagal menangani akar masalah Kashmir. Jadi kita akan terus menghadapi ini. Kita harus mengatasi masalah Jammu dan Kashmir dengan penuh perhatian dan fokus pada masyarakat,” kata Kak.

Penulis: Bismillah Geelani/Sumber: Kantor Berita Radio (KBR)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini