TRIBUNNEWS.COM, SAUDI - Dalam dua tahun terakhir, tiga pangeran Saudi yang tinggal di Eropa menghilang.
Semua yang hilang itu adalah orang-orang yang kritis terhadap pemerintah Saudi -dan ada bukti mereka diculik dan diterbangkan kembali ke Arab Saudi ... dan setelah itu tak terdengar kabar berita tentang mereka.
Simak investigasi BBC Arab berikut ini.
Pada suatu pagi, 12 Juni 2003, seorang pangeran Saudi dibawa ke sebuah istana di pinggiran kota Jenewa.
Namanya Sultan bin Turki bin Abdulaziz, dan istana itu milik pamannya, Raja Fahd -yang meninggal 1 Agustus 2005. Yang mengundangnya untuk sarapan pagi itu adalah Pangeran Abdulaziz bin Fahd, putra kesayangan raja.
Pangeran Abdulaziz meminta Pangeran Sultan untuk kembali ke Arab Saudi -dan kepadanya dikatakan bahwa percekcokan perihal kritik Pangeran Sultan terhadap kepemimpinan di Saudi akan diselesaikan.
Pangeran Sultan menolak, dan Abdulaziz pamit sebentar untuk menelpon. Pria lain di ruangan itu, Menteri Urusan Islam Saudi, Sheikh Saleh al-Sheikh, juga meninggalkan ruangan. Dan setelah beberapa saat sejumlah pria bertopeng masuk. Mereka membekuk Pangeran Sultan dan memborgolnya, kemudian sebuah jarum ditusukkan ke lehernya.
Dalam keadaan tak sadar Pangeran Sultan dilarikan ke bandara Jenewa -dan dibawa ke pesawat Medevac yang sedari tadi siap di landasan.
Dan itulah paparan Pangeran Sultan tentang kejadian tersebut, seperti yang diceritakan di pengadilan Swiss bertahun-tahun kemudian.
Di antara para staf Sultan yang berada di sebuah ruangan di hotel di Jenewa menunggu sang pangeran yang tengah menghadiri jamuan sarapan, adalah petugas komunikasinya, Eddie Ferreira.
"Lambat laun, seiring berjalannya hari, kesunyian jadi memekakkan telinga," kenangnya. "Kami tidak bisa menjangkau tim keamanan, itu peringatan pertama. Kami mencoba menghubungi pangeran, tidak ada tanggapan, tidak ada jawaban."
Kemudian, di sore hari, dua tamu tak terduga tiba.
"Duta Besar Saudi untuk Swiss datang dengan manajer umum hotel dan begitu saja memerintahkan semua orang untuk mengosongkan penthouse dan keluar," kata Ferreira. "Pangeran sudah berada di Riyadh, layanan kami tidak diperlukan lagi, dan kami bisa pergi," katanya.
Apa yang telah dilakukan Pangeran Sultan yang bisa menyebabkan keluarganya membiusnya paksa dan menculiknya?
Tahun sebelumnya dia tiba di Eropa untuk perawatan medis, dan mulai memberikan wawancara yang kritis terhadap pemerintah Saudi. Dia mengecam catatan tentang hak asasi manusia Saudi, mengeluhkan korupsi di antara para pangeran dan pejabat, dan menyerukan reformasi.
Sejak tahun 1932, ketika Raja Abdulaziz, yang dikenal sebagai Ibnu Saud, mendirikan Arab Saudi, negara ini diperintah sebagai monarki absolut. Mereka tidak mentolerir perbedaan pendapat.
Pangeran Turki bin Bandar dulunya adalah seorang polisi berpangkat mayor di kepolisian Saudi, dengan tanggung jawab mengawasi keluarga kerajaan itu sendiri.
Tapi perselisihan keluarga yang pahit tentang perebutan warisan membuatnya dijebloskan ke penjara. Setelah dibebaskan dia melarikan diri ke Paris, dan sejak tahun 2012, dia mulai memposting video di YouTube untuk menyerukan reformasi di Arab Saudi.
Orang-orang Saudi bereaksi seperti terhadap Pangeran Sultan, dan mencoba meyakinkan Pangeran Turki untuk pulang. Ketika Ahmed al-Salem, Wakil menteri dalam negeri menelepon, pangeran tersebut mencatat percakapan tersebut dan memasangnya secara online.
"Semua orang menantikan kembalinya Anda, Tuhan memberkati Anda," kata wakil menteri tersebut.
"Menantikan kembalinya saya?" Balasan Turki "Bagaimana dengan surat-surat yang dikirim oleh perwira Anda kepada saya?" Kamu anak lonte, kami akan menyeretmu kembali seperti yang terjadi pada Sultan bin Turki.'"
Wakil menteri menjawab dengan meyakinkan: "Mereka tidak akan menyentuh Anda, saya adalah saudara Anda."
"Tidak, itu semua kiriman Anda," kata Turki. "Kementerian Dalam Negeri mengirimi surat-surat itu."
Turki terus menerbitkan video sampai Juli 2015. Kemudian, beberapa saat kemudian, dia menghilang.
"Dia menelepon saya setiap satu atau dua bulan," kata seorang temannya, blogger dan aktivis Wael al-Khalaf.
"Lalu dia menghilang selama empat atau lima bulan, dan saya curiga. Kemudian saya mendengar dari seorang perwira tinggi di kerajaan bahwa Turki bin Bandar ada bersama mereka. Jadi mereka menangkapnya: dia telah diculik."
Setelah lama mencari berita tentang Turki, saya menemukan sebuah artikel di surat kabar Maroko, yang mengatakan bahwa dia baru saja akan kembali ke Prancis setelah melakukan kunjungan ke Maroko, saat dia ditangkap dan ditahan. Kemudian, menyusul permintaan dari pihak berwenang Saudi, dia dideportasi dengan persetujuan pengadilan Maroko.
Kami tidak tahu pasti apa yang terjadi pada Turki bin Bandar, tapi sebelum dia menghilang dia menyerahkan sebuah salinan dari sebuah buku yang dia tulis kepada temannya. Di buku itu ia menambahkan catatan yang bagai nubuat.
"Wael yang baik, pernyataan ini tidak boleh dibagikan kecuali jika saya diculik atau dibunuh, saya tahu saya akan diculik atau mereka akan membunuh saya, saya juga tahu bagaimana mereka melanggar hak-hak saya dan hak-hak orang Saudi."
Pada waktu yang hampir sama dengan hilangnya Pangeran Turki, seorang pangeran Saudi lain, Saud bin Saif al-Nasr, yang senang dengan kehidupan kasino dan hotel mewah Eropa, menjalani pengalaman yang sama.
Pada tahun 2014, Saud mulai bercuit dengan nada kritis terhadap monarki Saudi,
Ia menyerukan dilakukannya tuntutan terhadap pejabat Saudi yang turut mendukung penggulingan Presiden Mesir Mohamad Morsi tahun sebelumnya.
Dan, pada September 2015, Saud berbuat lebih jauh lagi.
Setelah seorang pangeran Saudi menulis dua surat secara anonim yang menyerukan dilakukannya kudeta untuk menggulingkan Raja Salman, Saud secara terbuka mendukung mereka - satu-satunya keluarga kerajaan yang bersikap seperti itu secara terbuka. Ini sama saja dengan pengkhianatan, dan mungkin itulah yang menyegel nasibnya.
Sekarang nasib Pangeran Saud sama dengan Pangeran Turki, yang dipenjara ... Satu-satunya takdir mereka adalah penjara bawah tanah.
Beberapa hari kemudian, dia mencuit: "Saya agar pemerintah mengubah isi surat-surat ini menjadi tekanan rakyat." Kemudian akun Twitternya membisu setelah itu.
Pangeran pembangkang lainnya - Pangeran Khaled bin Farhan, yang melarikan diri ke Jerman pada tahun 2013 - percaya bahwa Saud telah ditipu untuk terbang dari Milan ke Roma sepekan untuk mendiskusikan kesepakatan bisnis dengan perusahaan Rusia-Italia yang berusaha membuka cabang di Teluk.
"Pesawat pribadi dari perusahaan itu datang dan membawa Pangeran Saud, tapi tidak terbang ke Roma: pesawat tersebut mendarat di Riyadh," kata Khaled.
"Kemudian ternyatalah, intelijen Saudi telah melakukan seluruh operasi itu," klaimnya.
"Sekarang nasib Pangeran Saud sama dengan Pangeran Turki, yang dipenjara ... Satu-satunya takdir mereka adalah penjara bawah tanah."
Pangeran Sultan, yang berstatus tinggi di tatanan kekuasaan kerajaan, berulang-alik antara penjara dan tahanan rumah. Tapi kesehatannya juga memburuk, jadi pada 2010 keluarga kerajaan mengizinkannya untuk berobat di Boston, Massachusetts.
Apa yang dia lakukan dari pengasingannya yang aman di AS pasti membuat orang Saudi ketakutan -dia mengajukan tuntutan pidana di pengadilan Swiss, menuduh Pangeran Abdulaziz bin Fahd dan Sheikh Saleh al-Sheikh bertanggung jawab atas penculikannya pada tahun 2003.
Pengacaranya, Clyde Bergstresser, seorang Amerika, memperoleh rekam medis dari Rumah Sakit Spesialis Raja Faisal di Riyadh, tempat Sultan dirawat pada tanggal 13 Juni 2003, yang mengindikasikan bahwa ada tabung yang dimasukkan ke dalam mulutnya untuk membantunya bernapas saat diberi anestesi, dan satu sisi diafragmanya lumpuh -mungkin sebagai akibat serangan tersebut.
Untuk pertama kalinya seorang ningrat senior Saudi mengajukan sebuah pengaduan kriminal, di sebuah pengadilan Barat, terhadap anggota keluarga yang lain.
Tapi Bergstresser mengatakan pihak berwenang Swiss tidak tertarik pada kasus tersebut.
"Tidak ada yang dilakukan untuk mempersoalkan apa yang terjadi di bandara," katanya. "Siapa pilotnya? Apa rencana penerbangan saat pesawat-pesawat ini tiba dari Arab Saudi? Penculikan ini terjadi di tanah Swiss dan orang akan berpikir bahwa mereka akan tertarik untuk mencari tahu bagaimana hal itu terjadi. ."
Pada bulan Januari 2016, Sultan menginap di sebuah hotel eksklusif di Paris ketika, seperti Saud bin Saif al-Nasr, dia tergoda untuk naik sebuah pesawat terbang.
Dia berencana untuk mengunjungi ayahnya, juga seorang yang terkenal kritis terhadap pemerintah Saudi, di Kairo, ketika konsulat Saudi menawarinya dan rombongannya sekitar 18 - termasuk seorang dokter pribadi dan perawat serta pengawalnya dari AS dan Eropa - untuk menggunakan jet pribadi
Terlepas dari apa yang terjadi pada dirinya di tahun 2003, dia menerima tawaran itu.
Dua anggota rombongan menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi. Keduanya lebih memilih untuk tetap anonim.
"Kami dibawa ke landasan, dan di depan kami ada pesawat terbang besar, dengan ... tulisan negara Arab Saudi," kata seseorang.
Kami menoleh ke luar jendela dan kami lihat sekelompok orang keluar dengan menyandang senapan mereka di dada dan mengelilingi pesawat.
"Agak menakutkan karena ada banyak awak pesawat, semuanya laki-laki," kata yang lain.
Pesawat tersebut lepas landas dengan monitor di pesawat yang menunjukkan bahwa pesawat tersebut menuju ke Kairo. Tapi dua setengah jam sesudah penerbangan, monitornya kosong.
Pangeran Sultan sedang tidur di kamarnya, tapi dia terbangun sekitar satu jam sebelum mendarat. Dia melihat ke luar jendela, dan tampak cemas, kata mantan anggota stafnya.
Saat menyadari bahwa pesawat yang mereka tumpangi sedang akan mendarat di Arab Saudi, Sultan menggedor-gedor pintu kokpit dan menangis minta tolong. Seorang anggota kru memerintahkan tim pangeran untuk tetap di tempat duduk mereka.
"Kami menoleh ke luar jendela dan kami lihat sekelompok orang keluar dengan menyandang senapan mereka di dada dan mengelilingi pesawat," kata salah satu anggota rombongannya.
Para serdadu dan awak pesawat menyeret Sultan keluar dari pesawat. Dia berteriak pada timnya untuk menghubungi kedutaan AS.
Pangeran dan para petugas medisnya dibawa ke sebuah vila dan diawasi petugas keamanan. Di pesawat, yang lain menunggu dengan gugup. Mereka kemudian dibawa ke sebuah hotel, ditahan selama tiga hari tanpa paspor atau telepon, lalu diizinkan terbang ke tempat tujuan pilihan mereka.
Sebelum mereka pergi, seorang pejabat Saudi, yang oleh staf pangeran dikenal sebagai salah satu 'awak pesawat' mengajukan permintaan maaf.
"Dia mengatakan kepada kami bahwa kami berada di tempat yang salah pada waktu yang salah dan bahwa dia menyesali ketidaknyamanan ini," kata salah seorang.
"Saya diculik, saya ditahan bertentangan dengan kehendak saya di negara yang tidak saya pilih untuk saya tuju.
Yang lain menambahkan: "Saya tidak merasa nyaman -saya diculik, saya ditahan bertentangan dengan kehendak saya di negara yang tidak saya pilih untuk saya tuju."
Itu adalah situasi yang mencengangkan. Bersama Pangeran Sultan, sekitar 18 warga asing telah diculik, dibawa ke Arab Saudi, dan ditahan oleh militer Saudi.
Belum ada kabar tentang Pangeran Sultan sejak kejadian ini.
Saya sudah meminta pemerintah Arab Saudi untuk menanggapi tuduhan di film ini. Namun mereka menolak berkomentar.
Sementara Pangeran Khaled, yang masih diasingkan di Jerman, khawatir bahwa dia juga akan dipaksa untuk kembali ke Riyadh.
"Ada empat anggota keluarga kami di Eropa. Kami mengkritik keluarga kerajaan dan kekuasaan mereka di Arab Saudi. Tiga dari kami diculik, saya satu-satunya yang tersisa," katanya.
Mungkinkah dia yang berikutnya di daftar penculikan?