TRIBUNNEWS.COM - Permainan adu jangkrik merupakan permainan anak-anak yang terkenal di Indonesia pada zaman dahulu.
Kini, jangkrik lebih banyak dijual sebagai makanan burung berkicau.
Nah, di China, ternyata adu jangkrik tidak sekadar sebuah permainan tetapi juga bisa menghasilkan uang sangat besar.
Tradisi adu jangkrik telah ada sejak pemerintahan Dinasti Tang (618-904).
Kota yang terkenal sebagai penghasil jangkrik untuk diadu itu adalah Kota Sidian di Provinsi Shandong.
Spesies jangkrik terbaik di kota itu bisa berharga 50.000 yuan atau Rp99,5 juta.
Jangkrik Sidian dikenal sebagai jangkrik bertubuh besar dan agresif, yang menjadi syarat penting untuk jangkrik petarung.
Jadi jangan heran bila jangkrik dianggap lebih berharga dari emas.
Pada akhir musim panas dan musim semi, kawasan sekitar Sidian akan dipenuhi suara jangkrik pada siang dan malam hari.
Sebagian besar warga kota dan juga dari kota tetangga mencoba mendapatkan uang dengan berburu jangkrik selama pasaran jangkrik tahunan.
Menghabiskan waktu berjam-jam di malam hari untuk berburu jangkrik merupakan 80 persen kegiatan di Sidian setiap tahunnya.
Selain berburu, mereka juga melatih serangga tersebut hingga mampu menjadi jangkrik petarung agar harganya semakin mahal.
Bahkan di sana banyak hotel untuk para pembeli jangkrik dari segala penjuru China. Setiap rumah tangga di Sidian terlibat dalam bisnis jangkrik atau lainnya.
Sidian pun menjadi tuan rumah dalam pasaran jangkrik terbesar di China bagian utara.
Keluarga pemburu jangkrik yang lebih terampil bisa berpenghasilan hingga 100.000 yuan atau Rp198 juta pada bulan Agustus saja.
Tahun 2017 ini, seorang petani dari Desa Caojia, Sidian dilaporkan menjual seekor jangkrik seharga 15.000 yuan atau Rp29,9 juta.
Yang lebih spektakuler lagi, ada gosip terjualnya seekor jangkrik seharga 50.000 yuan atau Rp 99,5 juta.
Namun sebuah artikel tahun 2014 di Chinahush, rekor harga jangkrik termahal di Sidian adalah 300.000 yuan atau Rp 598 juta.
Sekadar tahu, pada masa lalu jangkrik-jangkrik di Sidian menjadi jangkrik favorit di kalangan kaisar dan bangsawan di China.
Itulah masa-masa keemasan adu jangkrik di negeri tirai bambu itu.
Namun, selama Revolusi Budaya kegiatan adu jangkrik dilarang. Penghasilan warga Sidian pun ikut berkurang akibat larangan tersebut.
Kini kegiatan adu jangkrik berkembang lagi.
Bahkan warga yang sudah bekerja di kota besar pun akan kembali setiap tahun untuk perburuan dan perdagangan jangkrik.
Mereka menyadari bahwa kegiatan itu bisa menghasilkan keuntungan yang besar.