TRIBUNNEWS.COM, CARACAS - Tujuh Warga Negara Indonesia (WNI) asal Bali, seorang di antaranya bayi berumur 4,5 tahun, terjebak badai Irma di Pulau Tortola, Kepulauan Virgin Britania Raya di Kawasan Karibia.
Beruntung tujuh krama Bali tersebut selamat dari keganasan badai Irma dan telah berhasil dievakuasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Caracas, Venezuela, Sabtu (16/9/2017) waktu setempat atau Minggu (17/9/2017) waktu Indonesia.
Saat ini, tujuh warga Bali itu sudah aman dalam perlindungan KBRI Caracas, Venezuela.
Mereka dijadwalkan segera dipulangkan ke Tanah Air, besok.
"Direncanakan mereka akan diterbangkan ke Jakarta pada 19 September dengan penerbangan Turkish Airlines melalui Istanbul, Turki," ujar Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal di Jakarta, Minggu (17/9/2017).
Dengan adanya bantuan evakuasi dari KBRI, ketujuh warga Bali ini langsung mendapat penanganan.
Sedangkan untuk urusan pekerjaan, juga dibantu KBRI yang akan mengurusnya dengan perusahaan mereka.
Baca: Panggilan Kedua, KPK Berharap Setya Novanto Kooperatif
Iqbal mengatakan, setibanya di Jakarta, ketujuh warga Bali ini akan diserahkan kepada Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Selanjutnya akan dipulangkan ke Bali.
Ketujuh warga Bali tersebut terdiri dari lima perempuan, satu laki-laki, dan satu balita.
Enam orang dewasa bekerja sebagai therapis di tempat spa di Kepulauan Tortola.
Mereka dilaporkan terjebak badai Irma yang menerjang Kepulauan Virgin Britania Raya sejak 30 Agustus hingga 12 Setpember 2017.
Sebelumnya badai dahsyat itu memporak-porandakan wilayah Amerika Serikat dan kawasan lainnya di Amerika Utara.
Pada Jumat (16/9/2017), setelah mengetahui adanya WNI yang terjebak Pulau Tortola, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi memerintahkan Duta Besar RI Caracas, Mayjen (Purn) Mochammad Luthfie Wittoeng, untuk melakukan evakuasi.
Caracas dipilih sebagai titik evakuasi karena relatif dekat, sekitar dua jam penerbangan.
Kondisinya pun relatif tidak terkena dampak badai Irma dan relatif mudah untuk pengurusan visa transit.
Bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri Venezuela dan KBRI London, Dubes Luthfie memimpin langsung evakuasi pada Sabtu (16/9/2017) siang waktu setempat.
Ikut dalam misi ini pelaksana protokoler konsuler Wahid Fairuz.
Baca: Jasad Supriyanto Korban Kedua Terkaman Buaya Ditemukan saat Para Pawang Tinggalkan Lokasi
Para warga Bali itu sebelumnya sulit dihubungi karena jaringan komunikasi yang terputus.
Namun lewat surat elektronik, akhirnya bisa dilakukan kontak.
Tim dari KBRI langsung berangkat ke lokasi setelah menjalin komunikasi lewat surat elektronik.
Penjemputan pun dilakukan dengan pesawat carter.
"Evakuasi dilakukan dengan pesawat dari dan ke Caracas, Venezuela. Pesawat evakuasi tiba di Pulau Tortola tepat pukul 13.00 waktu setempat, dan meninggalkan Pulau Tortola pukul 15.00," ujar Iqbal.
Sore waktu setempat, akhirnya ketujuh warga Bali ini bisa dibawa dan tiba di Caracas.
Mereka sangat terharu bisa selamat dari Tortola, yang porak poranda karena badai Irma.
Iqbal bercerita, meski Pulau Tortola hanya seluas 55 kilometer persegi, namun butuh waktu satu jam lebih bagi tujuh warga Bali tersebut untuk menjangkau bandara dari tempat tinggal mereka, akibat banyaknya jalan yang tertutup reruntuhan.
Cuma Makan Sekali
Dubes Caracas, Mochammad Luthfie Wittoeng, juga menyampaikan ketujuh warga Bali ini butuh waktu satu jam untuk menjangkau bandara setempat karena jalanan sudah tertutup reruntuhan.
Situasi di sana mengingatkan Luthfie pada kondisi Aceh pasca-tsunami.
"Infrastruktur di sekitar bandara hancur total. Akan butuh waktu lama untuk pemulihan. Kondisinya mengingatkan saya pada Aceh pasca tsunami," ujar Luthfie dalam keterangan tertulis dari Kementerian Luar Negeri, kemarin.
Hingga Kamis (14/9/2017) waktu setempat, situasi di Kepulauan Virgin pasca badai Irma tidak mengalami kemajuan yang signifikan.
Pemberi bantuan sulit menjangkau ke daerah yang terdampak badai.
Bahkan, ketujuh WNI sempat mengalami kesulitan makan, hanya satu kali dalam satu hari.
Sementara itu, suplai air dan listrik hingga saat ini masih terhenti.
"Tujuh WNI pekerja spa therapist tersebut sempat mengalami makan satu kali sehari, akibat minimnya suplai logistik. Sementara itu, suplai air dan listrik hingga saat ini masih terhenti," ujar Iqbal.
Badai Dahsyat
Badai Irma adalah badai tipe Tanjung Verde yang sangat dahsyat dan menimbulkan bencana besar, badai paling kuat yang teramati di Atlantik sejak badai Dean pada tahun 2007.
Badai ini juga merupakan badai Atlantik paling kuat yang menyerang Amerika Serikat sejak Katrina pada tahun 2005, dan badai besar pertama yang menyerang negara bagian Florida sejak Wilma pada tahun 2005.
Badai Irma terbentuk pada 30 Agustus 2017 di dekat Kepulauan Tanjung Verde dari sebuah gelombang tropis yang telah bergerak dari lepas pantai Afrika barat tiga hari sebelumnya.
Di bawah kondisi yang mendukung, Irma dengan cepat menghebat tidak lama setelah pembentukan, menjadi badai Kategori 2 pada skala Saffir-Simpson hanya dalam waktu 24 jam.
Badai Irma menerjang wilayah negara bagian Florida, Amerika Serikat, Minggu (10/9). Akibat badai Irma yang kembali melanda, terjadi hujan lebat di Florida Keys hingga tenggara Florida setinggi 10-15 inch dan banjir di wilayah barat daya pantai Florida setinggi 6-12 feet.
Badai Irma (kategori 4-5) juga mendarat di Puerto Rico dan Kepulauan Virgin serta beberapa negara Karibia lainnya dengan kecepatan 185 mph (295km/h) pada 6 September 2017.
Berdasarkan laporan KJRI Houston, 7 WNI yang berdomisili di San Juan, Puerto Rico, dan 5 WNI yang berdomisili di Kepulauan Virgin sempat terdampak badai Irma. Namun semuanya selamat.
Hingga per 12 September 2017 atau setelah badai Irma dilaporkan menghilang, total ada 55 korban jiwa.
Kerusakan material ditaksir mencapai 30 miliar dolar US. (tribunnews)