TRIBUNNEWS.COM, MALAYSIA - Sultan Johor di Malaysia baru-baru ini dibuat geram dengan adanya jasa penggunaan mesin cuci yang hanya melayani khusus untuk pemeluk agama Islam di wilayahnya.
Keberadaan jasa cuci baju kontroversial ini tercium publik setelah foto toko dengan label "Hanya untuk Muslim" beredar di media sosial seperti dilaporkan The Star Malaysia, pekan lalu.
Sultan Johor, Ibrahim Ibni Sultan mengecamnya sebagai praktik kaum ekstremis Taliban di Afghanistan.
(Johor) "bukan sebuah negara Taliban. Dan sebagai pemimpin Islam di Johor, saya menganggap tindakan ini sama sekali tidak dapat diterima, karena bersifat ekstremis," katanya kepada The Star.
Sultan Iskandar melanjutkan bahwa agama Islam mengajarkan mengenai toleransi dan menghargai kepercayaan lain, bukan mengenai bagaimana menunjukan dominasi.
"Ini Johor ... dan itu milik semua ras dan kepercayaan. Ini adalah negara progresif, modern dan moderat."
Baca: Perdebatan di Media Sosial, Penembakan di Las Vegas Aksi Terorisme atau Bukan?
Keberadaan sewa mesin cuci baju khusus untuk muslim ini memang menuai kontroversi di Malaysia, negara dengan dua per tiga penduduknya adalah muslim.
Karena alasan 'kesucian'
Foto iklan papan nama binatu 'ramah bagi muslim' ini pertama kali beredar di media sosial awal pekan lalu.
"Jasa cuci baju ini hanya menerima pelanggan beragama Islam karena alasan kesucian," demikian bunyi tulisan di depan jasa cucian tersebut.
Pemiliknya, yang tidak ingin diidentifikasi, mengatakan: "Bagi umat Islam, ini bukan hanya tentang pakaian bersih tapi kebersihan secara keseluruhan. Saya hanya menyediakan jalan bagi umat Islam untuk hal itu."
Dia juga mengatakan kepada situs The Malaysian Insight bahwa pelanggannya sudah lama meminta layanan semacam itu. Menurut situs tersebut, papan itu sudah dipasang sekitar sebulan lalu.
Reaksi di media sosial
Insiden ini kemudian menimbulkan beragam reaksi di media sosial Malaysia, mendebatkan keseimbangan antara menghormati hukum dan budaya Islam dan memastikan kebebasan konstitusional.
"Tidak mengizinkan pelanggan non-Muslim untuk menggunakan mesin cuci mandiri dengan dalih kebersihan adalah sesuatu yang mencoreng nama Islam," tulis salah satu komentar yang dibagikan di Twitter.
"Begitu banyak orang Cina yang marah ketika mereka melihat jasa cucian baju 'hanya untuk Muslim'," tulis salah satu cuitan populer lainnya. "Orang-orang Cina tidak pernah melihat rumah atau kamar untuk disewakan 'hanya untuk orang Cina'?
Namun ada juga yang berpendapat bahwa siapa pun berhak untuk menyediakan jasa bagi kalangan ekslusif saja - meski tidak semuanya setuju.
"Isu jasa cucian ini bukan karena dia membatasi pasarnya. Masalahnya, dia bilang dia 'mengutamakan kesucian' -secara tidak langsung dia menyebut pakaian non-Muslim tidak suci," tulis pengguna twitter lain.
Tak lama setelah itu, banyak warga Malaysia, baik Muslim maupun non-Muslim, mengungkapkan kekecewaannya atas kabar tersebut. - termasuk Sultan Ibrahim yang menyebut bahwa keluarga kerajaan "sangat terkejut" dengan kejadian tersebut. Dia memerintahkan binatu untuk menghentikan diskriminasi segera atau berisiko ditutup.
Menyusul teguran Sultan Ibrahim, pemilik jasa cucian baju kemudian meminta maaf dan memindahkan papan nama di depan toko.
Meskipun sebagian besar sultan di Malaysia hanya merupakan kepala pemerintahan seremonial dan tidak memiliki wewenang untuk memutuskan kebijakan, mereka tetap memiliki pengaruh politik yang cukup besar.