TRIBUNNEWS.COM,SWISS-Bertempat di kantor Yayasan Kofi Annan (Kofi Annan Foundation) di Jenewa, Swiss, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon bertemu Kofi Annan, Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) periode 1997 hingga 2006.
Annan kini memimpin lembaga yang didedikasikan atas namanya. Dalam pertemuan yang berlangsung hangat, Fadli Zon menyampaikan sejumlah hal terkait isu pengungsi Rohingya dan menanyakan tindak lanjut dari laporan yang pernah dihasilkan oleh Advisory Commission of Rakhine State yang diketuai Annan.
Kofi Annan menceritakan hasil dari laporan yang pernah diberikan kepada Pemerintah Myanmar kepada Fadli Zon.
Laporan Kofi Annan terkait krisis Rohingya diawali pada September 2016. Saat itu, Aung San Suu Kyi yang menjabat sebagai State Counsellor meminta Kofi Annan Foundation dan Office of the State Counsellor untuk mendirikan sebuah Advisory Commission on Rakhine State (Komisi Penasihat Rakhine).
Sejak itu, Advisory Commission of Rakhine State diketuai oleh Kofi Annan dan diberikan mandat untuk menyusun upaya-upaya konstruktif dalam menangani permasalahan Rohingya.
Tim bekerja selama 12 bulan. Pada 23 Agustus 2017, Advisory Commission of Rakhine State menyelesaikan laporannya, ke dalam sebuah proposal yang berjudul “Towards a Peaceful, Fair and Prosperous Future for the People of Rakhine”.
Kofi Annan menekankan, proposal tersebut mengandung tiga aspek dasar yang dibutuhkan dalam menghadirkan perdamaian di Rohingya; determination, perseverance and trust.
Annan kemudian menegaskan di dalam proposal tersebut juga memberikan 4 rekomendasi utama dalam hal protection of rights, freedom of movement, enhanced economic and social development, and the edification of Rakhine’s cultural heritage.
Masukan-masukan tersebut diterima dengan baik dan diakui oleh Pemerintah Myanmar.
Kofi Annan juga menceritakan pengalamanya selama terlibat dalam investigasi di Rohingya.
Kofi Annan mengungkap sejumlah problem mendasar yang dialami penduduk Rohingya. Pertama adalah problem kemiskinan.
Negara Rohignya memiliki tingkat kemiskinan yang sangat kronis. Ini terjadi di semua lapisan masyarakat.Tingkat kemiskinannya mencapai 78%, hampir dua kali lipat tingkat nasional 37,54%.
Kondisinya semakin diperparah dengan buruknya pelayanan sosial dan akses penduduk terhadap pekerjaan.
Problem berikutnya menurut Kofi Annan, adalah krisis hak asasi manusia. Hampir seluruh penduduk Rohingya stateless. Tidak memiliki status kewarganegaraan.
Akibatnya, problem sosial meningkat, hak-hak terabaikan, dikarenakan tingginya diskriminasi dan tindak kekerasan serta pelecehan terhadap penduduk Rohingya, terutama perempuan.
Karena itu, untuk jangka pendek, proposal yang diajukan Kofi Annan merekomendasikan sejumlah langkah taktis.
Pertama, diperlukan pemberian kejelasan status kewarganegaraan dengan segera melalui proses verifikasi yang tertib.
Kedua, Kofi Annan juga mendorong peningkatan akses (inclusive access) penduduk Rohingya terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan tanpa adanya diskriminasi.
Dalam pertemuan itu Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengapresiasi Laporan Annan. Dengan kondisi Pemerintah Myanmar yang tertutup dan sulit menerima masukan, proposal yang dihasilkan Advisory Commission on Rakhine State yang dipimpin Kofi Annan telah memberikan peran yang sangat besar bagi proses perdamaian di Rohingya.
Proposal yang diajukan, telah menjadi saran dan rekomendasi yang diakui oleh pemerintah Myanmar untuk menangani permasalahan kemanusiaan di Rohingya.
Namun ironisnya, sehari setelah laporan tersebut disampaikan, terjadi pembantaian etnis Rohingya oleh militer Myanmar.
Pembantaian dan kekerasan berlangsung selama berbulan-bulan, dan mengakibatkan pengungsi hingga lebih 500.000 jiwa di perbatasan Bangladesh. Ini sangat disayangkan oleh Annan.
Dalam pertemuan tersebut, Fadli Zon juga menyampaikan hasil kunjungannya ke kamp pengungsi di Cox's Bazar, Bangladesh akhir tahun lalu.
Dari pengamatan langsung, Fadli Zon mengungkapkan lokasi pengungsian Cox's Bazar yang mencapai 3.000 hektare, telah menjadi tempat pengungsi yang paling luas di dunia. Ironisnya, kebanyakan pengungsi adalah anak-anak. Ada 500.000 anak-anak.
Dari jumlah itu, 30.000 adalah anak-anak yatim piatu. Fadli Zon menyampaikan bahwa pada Desember lalu di Kutupalong, ada sekitar 1 juta pengungsi dari Rohingya yang menyeberang dari Myanmar.
Jumlah ini diyakini terus bertambah karena kekerasan di Rakhine belum juga berhenti.
Menanggapi Fadli Zon, Annan menyampaikan bahwa perlu upaya persuasif agar pemerintah Myanmar duduk kembali dan mengikuti laporannya.
ASEAN seharusnya dapat berperan meyakinkan Myanmar untuk penyelesaian persoalan kemanusiaan. Namun tampaknya cara itu tak mudah dicapai.
Annan menyarankan juga agar Indonesia lebih proaktif dalam membujuk Myanmar untuk bisa menerima kembalinya etnis Rohingya.
Annan menyampaikan kepada Fadli Zon, agar ada komunikasi di antara militer Indonesia dan Myanmar untuk bertukar pengalaman menghadapi transisi demokrasi.
Selebihnya Kofi Annan sempat menanyakan kepada Fadli Zon perihal perkembangan politik di Indonesia, persiapan pemilu dan calon Presiden di Indonesia pada 2019. Ia menyampaikan salam untuk rakyat Indonesia.