Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, HAVANA - Majelis Nasional Kuba secara resmi telah mencalonkan Wakil Presiden Miguel Diaz-Canel sebagai satu-satunya kandidat untuk mengambil alih tampuk kepresidenan dari Raul Castro.
Langkah yang diambil pada Rabu kemarin itu menandai berakhirnya 'Era Kuba' serta membuat Diaz-Canel menjadi orang pertama di luar keluarga Castro yang akan memerintah di negara tersebut dalam 59 tahun terakhir.
Dikutip dari laman Al Jazeera, Kamis (19/4/2018), pencalonannya sebagai Kepala dari 31 anggota Dewan Negara, akan secara resmi diumumkan pada Kamis ini
Ia juga diharapkan segera dilantik menggantikan Raul.
Baca: Kasus HAM Meningkat, Komisi HAM Pakistan Tuding Pemerintah Lemah
"Kita semua tahu bahwa Diaz-Canel akan dipilih (sebagai Presiden Kuba), namun (pengumuman) itu hanya sebagai formalitas saja dan kami tahu bahwa pengumuman itu akan dilakukan pada Kamis pagi," kata Reporter Al Jazeera Lucia Newman, yang melaporkan dari Havana, ibu kota Kuba.
Pemerintah Kuba juga telah mengumumkan daftar enam kandidat yang akan mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden yang akan mendampingi Miguel Diaz-Canel.
Siapa sosok Wakil Presiden selanjutnya, akan diumumkan pada Rabu atau Kamis ini.
Dalam sejarah perjalanan Kuba, keluarga Castro telah memerintah negara sosialis itu sejak revolusi.
Revolusi yang akhirnya mengantar pada kekuasaan Fidel Castro di tahun 1959 silam.
Meski tidak lagi memimpin, Raul Castro akan tetap menjadi Kepala Partai Komunis yang berkuasa hingga 2021 dan diperkirakan akan terus memainkan peran besar dalam keputusan terkait kebijakan negara.
"Partai Komunis Kuba lebih penting daripada Majelis Nasional atau bahkan Dewan Negara," kata Newman.
Ia menyebut peran besar Partai yang dipimpin Castro akan tetap mendominasi kebijakan dan akan mempersempit ruang gerak Diaz-Canel.
Meskipun Diaz-Canel akan menjadi Presiden Kuba, namun posisi penentu kebijakan tetap didominasi oleh Castro melalui partainya.
"Mereka mengatur pedoman untuk negara dan Raul Castro akan tetap menjadi Kepala Partai Komunis yang kuat, jadi tentu saja Diaz-Canel tidak akan bisa bergerak dan membuat terobosan baru bagi Kuba, bahkan sekalipun ia menginginkannya, itu bukan posisinya," tambah Newman.
Kuba menghadapi kesulitan ekonomi setelah dipimpin Raul castro, yang menggantikan saudara laki-lakinya, Fidel yang telah memprakarsai reformasi gaya pasar yang disepakati pada 2011 silam.
Reformasi itu menyebabkan ledakan dalam kondisi ekonomi Kuba, sejak saat itu kondisi ekonomi negara itu melambat.
"Meskipun ada kesalahan dan kekurangan yang diakui dalam paripurna, situasinya lebih baik daripada beberapa tahun silam," kata Castro, seperti yang dikutip oleh surat kabar partai, Granma.
Baca: Pemecatan Penasehat Khusus Robert Mueller Diprediksi Timbulkan Protes Besar-besaran Di Amerika
Kampanye politik dilarang di Kuba, sehingga hanya sedikit hal yang diketahui terkait rencana Diaz-Canel untuk menavigasi tantangan-tantangan ini.
Ada alasan untuk meyakini bahwa calon Presiden itu diduga akan melanjutkan liberalisasi kebijakan sosial, mengingat dukungannya di masa lalu untuk hak kaum LGBT, memperluas akses internet dan melonggarkan kontrol pemerintah terhadap media.
Namun demikian, tidak diketahui apakah Diaz-Canel mendukung perubahan pemerintah Kuba dari adanya sistem satu partai yang ada sejak revolusi, seperti yang diminta politisi anti-Castro di Washington.
Miguel Diaz-Canel akan menjadi Presiden Kuba berikutnya, ini akan menjadi yang pertama kali dalam sejarah hampir enam dekade, negara pulau itu tidak dipimpin oleh keturunan Castro.