TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull telah memperingatkan risiko serangan teror di Australia telah meningkat, ditengah keamanan baru bandara dan peringatan DFAT untuk wisatawan Australia.
Turnbull menegaskan pemboman bunuh diri yang terjadi belum lama ini di Indonesia berpotensi meningkatkan risiko teror lokal.
Serangan dari satu keluarga yang terkoordinasi mengikuti aksi terorisme terburuk di Indonesia sejak pemboman Bali tahun 2002. Turnbull menggambarkan tindakan tersebut sebagai aksi "brutal, tidak manusiawi, menghujat, dan kejam" sebagai ungkapan solidaritas untuk para korban.
Ketika apakah aksi terorisme ini berdampak pada peningkatan teror di Australia, dia mengatakan "ya".
"Di Indonesia mereka punya sekitar 500 orang yang kembali dari daerah konflik," kata Turnbull, Selasa (15/5/2018).
"Tentu pengebom, orang yang menggunakan keluarganya, membunuh keluarganya dalam serangan ini, belum kembali dari Suriah, meski demikian itu adalah tantangan nyata," tambahnya.
Ini menjadikan pengingat bahwa para pelaku teror ini tidak ada hubungannya dengan Tuhan. Mereka bukan pembela Islam.
Turnbull memuji Presiden Joko Widodo atas perkataannya mengajak untuk membuktikan bahwa Islam merupakan agama yang mampu berdemokrasi, dan moderasi.
"Kami memberinya kredit besar untuk itu, dan atas usahanya mempertahankan tradisi moderat di Indonesia," ujarnya.
Pemerintah Australia mengawasi 40 warganya yang kembali dari zona konflik tahun lalu, dan mereka yang pergi ke zona konflik tidak akan pernah kembali karena mereka telah terbunuh, sedangkan mereka yang masih hidup tidak akan pernah kembali karena mereka tak ingin berakhir di penjara," pungkasnya.(news.com.au)