Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, PORT MORESBY - Papua Nugini mengumumkan keadaan darurat, dengan membekukan pemerintah provinsi dan mengirim pasukan bersenjata setelah kerusuhan yang diwarnai pembakaran pesawat terjadi di Mendi, ibu kota provinsi Southern Highlands pada Jumat lalu (15/6/2018)
Pemerintah menyatakan kekerasan sering terjadi seperti konflik suku dan tanah di pedalaman negara pasifik yang kaya sumber daya alam itu.
Baca: Sempat Dikira Bentangan Kayu, Nelayan Ini Temukan Dua Warga Papua Nugini di Perairan Jayapura
Perdana Menteri Peter O'Neil menyatakan pemberlakuan keadaan darurat berlangsung selama 9 bulan dan menghentikan sementara pemerintahan provinsi.
"Tindakan pengurusakan di Mendi, telah membuat bangsa malu," ujarnya dalam websitenya yang dikutip dari Reuters, Minggu (17/6/2018).
"Polisi akan menyelidiki setiap kejadian dan setiap orang yang terlibat kerusuhan," sambung dia.
Thomas Eluh mantan polisi dan administrator diberikan kepercayaan konstitusional untuk bertindak menyelesaikan permasalahan.
O'Neil menambahkan polisi, termasuk regu mobil, segera dikerahkan, bersamaan dengan penyidik kriminal.
Lebih dari 200 pasukan pertahanan dikerahkan menuju Mendi sesuai laporan media Loop Loop PNG.
Reuters sendiri belum menerima laporan independen terkait pergerakan pasukan itu
Para penjarah mengeledah gudang pasokan bantuan gempa selama kerusuhan Mendi, kata juru bicara bencana Provinsi, Barclay Tenza.
"Mereka mengambil semua bahan makanan," katanya melalui sambungan telepon dari Port Moresby.
Baca: Kecewa Hasil Pemilu, Demonstran Bakar Pesawat di Papua Nugini
Gempa dashyat sebelumnya terjadi pada Februari lalu, di mana menewaskan 100 orang.
Bencana gempa itu menguji keuangan dan ketahanan negara miskin di Asia Pasifik itu.