Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, GENEWA - Kepala Badan HAM Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Zeid Ra'ad al-Hussein mengatakan pemimpin de-facto Myanmar Aung San Suu Kyi harus mengundurkan diri atas aksi kekerasan militer terhadap etnis Rohingya tahun lalu.
"Dia dalam posisi untuk melakukan sesuatu. Dia bisa tinggal tenang atau bahkan lebih baik, dia mengundurkan diri," ujar Hussein kepada BBC.
Baca: Aung San Suu Kyi seharusnya mundur karena kekerasan terhadap Muslim Rohingya
"Dia tidak perlu menjadi juru bicara militer Myanmar. Dia tidak perlu mengatakan ini adalah sebuah gunung es mis-informasi. Ini adalah rekayasa," tambahnya.
Komentarnya datang setelah laporan PBB mengatakan militer Myanmar melakukan pembunuhan massal dan kekerasan seksual terhadap etnis Rohingya.
Untuk itu hasil investigasi PBB merekomendasikan panglima dan lima jendral untuk dituntut karena disebut sebagai pelaku genosida.
Myanmar telah menolak temuan PBB, dan menyebut itu sebagai tuduhan palsu.
Laporan PBB, diterbitkan pada Senin (27/8/2018), menyalahkan Aung San Suu Kyi, karena gagal untuk mencegah aksi kekerasan terjadi terhadap etnis Rohingya.
Meskipun demikian, peraih hadiah Nobel Perdamaian menolak untuk mengakui kekejaman yang dilakukan oleh militer Myanmar. Sebaliknya membenarkan aksi pemerintah melawan etnis Rohingya yang terkepung, saat berbicara dalam kuliah di Singapura pekan lalu.
Sebelumnya, Komite Penghargaan Nobel pada Rabu (29/8/2018) menyatakan tidak akan mencabut Penghargaan Nobel Perdamaian yang diperoleh Aung San Suu Kyi, yang kini merupakan pemimpin de facto Myanmar.
Pernyataan itu disampaikan setelah PBB mengeluarkan laporan yang menyebut perlakuan warga etnis Rohingya di Myanmar adalah aksi genosida.
Baca: Kiai Maruf Amin Tidak Bertemu Habib Rizieq di Mekkah
"Tidak ada pertanyaan mengenai Komite Nobel yang menarik penghargaan perdamaian," kata Direktur Komite Nobel Norwegia, Olav Njolstad.
Channel News Asia mencatat, Aung San Suu Kyi mendapat Penghargaan Nobel Perdamaian pada 1991 karena menyerukan kampanye demokrasi. (Aljazeera/AFP/ChannelNews Asia)