Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo di Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Dua Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Warni Napitupulu (46) dan Tedy Senadi Putra (36) selama seminggu sejak 9 Oktober hingga 16 Oktober berada di Tokyo Jepang.
Keduanya unjuk rasa dengan memasang spanduk di depan toko Uniqlo di Ginza dengan tulisan berbahasa Jepang "Yanai Tadashi (Bos Uniqlo) Demi Kekayaan Anda, Para Pekerja Tolong Dibayar."
Namun seorang wartawan Jepang, Masuo Yokota (53) yakin Uniqlo tidak akan membayar satu yen pun permintaan mereka.
Yokota yang sempat dituntut Uniqlo ke persidangan Tokyo Jepang menang dalam perkara tersebut, namun tidak satu yen pun memperoleh uang dari Uniqlo.
"Lihat saja tuntutan tenaga kerja di Kamboja walaupun Uniqlo kalah di pengadilan, dia tidak mau membayar satu yen pun kepada tenaga kerja di sana. Entah mengapa saya tak tahu. Di China, tenaga kerjanya mau menuntut ke pengadilan ditolak pengadilan dan tak bisa menuntut, ini juga aneh," ungkap Yokota kepada Tribunnews.com, Rabu (17/10/2018).
Baca: Sopir Truk Ungkap Alasannya Tak Menghentikan Laju Kendaraan saat Mobilnya Tabrak Polisi hingga Tewas
Uniqlo pernah menuntut Yokota ke pengadilan Tokyo dan Uniqlo kalah, tuntutan gugur di pengadilan Jepang.
Tetapi Yokota satu yen pun tidak menerima apa pun dari bos Uniqlo bahkan dari Yanai tak ada permintaan maaf apa pun kepadanya.
"Hukum internasional yang ada dari PBB dan badan internasional PBB lainnya dengan tegas memutuskan bahwa sebuah perusahaan besar skala internasional, seperti Uniqlo, sekali membuat kontrak pesanan kepada sebuah pabrik, sekali pun tak ada hubungan saham apa pun dengan pabrik tersebut, apabila membatalkan pesanan tersebut, apalagi pabriknya kemudian bangkrut, si pemesan itu tetap harus membayar ganti rugi, setidaknya kepada tenaga kerja pabrik tersebut. Ini hukum internasional," kata Yokota.
"Jadi dalam kasus tenaga kerja Indonesia yang akhirnya di-PHK atau akhirnya pengangguran karena pabrik ditutup setelah Uniqlo memesan kemudian dibatalkan, tanggung jawab Uniqlo tetap ada untuk membayarkan ganti rugi kepada para tenaga kerja Indonesia itu," tambahnya.
"Dengan demikian tuntutan kedua tenaga kerja Indonesia itu bahkan sampai ke Tokyo Jepang minggu lalu adalah hal yang benar dilakukan mereka," kata Yokota.