TRIBUNNEWS.COM - JURNALIS Arab Saudi, Jamal Khashoggi, dibunuh karena mengetahui Saudi menggunakan senjata kimia dalam konflik di Yaman.
Pernyataan tersebut datang dari salah satu teman Khashoggi kepada Daily Express, seperti dikutip Hurriyet pada Senin (29/10/2018).
Teman yang tak disebutkan namanya itu mengisahkan, dia bertemu Khashoggi sepekan sebelum dia menuju gedung Konsulat Saudi di Istanbul, Turki, 2 Oktober lalu.
Teman yang mengaku sebagai akademisi di Timur Tengah itu mengatakan, Khashoggi terlihat murung, bahkan khawatir, yang membuatnya memberanikan diri untuk bertanya.
"Awalnya dia tak berniat menjawab. Namun, kemudian dia memberi tahu bahwa dia mendapatkan kabar Saudi menggunakan senjata kimia di Yaman," kata teman tersebut.
"Jamal bermaksud untuk memperoleh dokumen yang membuktikan kabar tersebut. Berikutnya, saya mendengar dia menghilang," lanjutnya.
Peluru fosfor
The Express memberitakan, September lalu Saudi dikabarkan menggunakan peluru berisi fosfor putih produksi Amerika Serikat (AS) terhadap warga sipil dan pasukan di Yaman.
Jika dipakai secara legal, peluru fosfor itu bertujuan membuat asap yang bisa dipakai penanda lokasi penjemputan.
Pakar senjata kimia Kolonel Hamish de Bretton-Gordon mengungkapkan, jika disalahgunakan, senjata itu bisa membakar orang yang terpapar hingga ke tulang.
Dia menjelaskan jenis senjata kimia tersebut telah digunakan Presiden Suriah Bashar al-Assad untuk menyapu sebuah kawasan yang berisi pemberontak maupun warga sipil.
"Jika kabar tersebut benar, bakal menjadi hal yang memalukan bagi Pemerintah Saudi, dan bisa menjadi motif paling dekat," tutur Bretton-Gordon.
Sebelumnya, Khashoggi dilaporkan menghilang ketika memasuki gedung konsulat untuk mengurus dokumen pernikahan dengan tunangannya, Hatice Cengiz.
Awalnya, Saudi bersikukuh bahwa Khashoggi telah meninggalkan gedung. Namun, sumber penyelidik Turki menuturkan dia telah dibunuh.
Berbagai pemberitaan berembus bahwa jurnalis berusia 59 tahun itu dibunuh oleh 15 orang, dan jenazahnya dimultilasi.
Saudi kemudian membuat pernyataan bahwa Khashoggi tewas akibat pertikaian. Namun, kantor jaksa penuntut mengonfirmasi kasusnya merupakan pembunuhan berencana.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan meminta ke-18 terduga pelaku yang sudah ditangkap Saudi agar diekstradisi ke Istanbul supaya bisa diadili di sana.
Namun, Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir menegaskan, para terduga pelaku bakal tetap menjalani pengadilan di dalam negeri.
Sumber dari intelijen Inggris mengakui mereka mendapatkan rencana pembunuhan tersebut, dan sempat memperingatkan Saudi meski tak digubris.
Adapun koalisi yang dipimpin Saudi mengintervensi konflik Yaman pada 2015 untuk mengalahkan Houthi, dan mengembalikan pemerintahan Presiden Abd-Rabbo Mansour Hadi. (Ardi Priyatno Utomo)