Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo di Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Rancangan Undang-Undang tenaga kerja asing telah disahkan di majelis rendah parlemen Jepang, Selasa (27/11/2018) sore waktu Jepang.
Namun ternyata masyarakat Jepang sendiri menentangnya sesuai survei yang dilakukan NHK antara 9 hingga 11 November 2018.
Hasil survei yang dilakukan NHK menunjukkan 30 persen responden menentang perluasan jumlah tenaga kerja asing ke Jepang dan yang setuju hanya 27 persen.
Sedangkan yang tak memberikan pendapat sebanyak 36 persen.
Ketika ditanyakan mengenai RUU perluasan tenaga kerja asing tersebut, para responden berharap sekali pembahasan dilakukan agak hati-hati dan mendalam, jangan terburu-buru.
Sebanyak 62 persen menyatakan tidak perlu buru-buru membahas dan mengesahkan RUU tersebut.
Baca: Reino Barack Membuka Hubungan Asmara, Syahrini: Naif Bila Aku Tak Mencintaimu
Sedangkan yang setuju buru-buru disahkan sebanyak 9 persen. Dan yang tidak memberikan pendapat sebanyak 20 persen.
Pihak oposisi Jepang umumnya menolak pembahasan RUU tenaga kerja asing, dianggap terburu-buru dengan target 1 April 2019 sudah bisa dioperasionalkan.
Serikat buruh Jepang pun sebanyak 180 orang kemarin melakukan protes dan unjuk rasa di depan gedung parlemen Jepang di Nagatacho Tokyo.
"Pelanggaran hak asasi manusia banyak dilakukan terhadap pekerja asing, tetapi upah kerja yang rendah kepada mereka juga melanggar UU Jepang selama ini. Jadi tolong hentikan RUU yang baru tersebut," kata Yoichi Matsumori, penanggungjawab unjuk rasa tersebut.
Berbagai poster menentang RUU tertulis "Tarik Kembali RUU Imigrasi" dan ada pula yang bertuliskan "Hindarilah Pelanggaran Pekerja Asing dan Hak Asasi Manusia".
"Ada kemungkinan besar pekerja asing diperlakukan dengan gaji rendah, jadi saya minta pemerintah agar sangat hati-hati menggodok RUU Tenaga Kerja asing ini. Jangan sampai nantinya banyak tenaga kerja asing malah jadi korban banyak perusahaan Jepang sebagai pekerja rodi saja," ungkap seorang pengunjuk rasa usia 66 tahun.
Seorang wanita pengunjuk rasa usia 71 tahun mengatakan, "Waktu untuk pembahasan RUU tersebut sangat pendek sekali, tidak bisa dimaafkan itu. Kita perlu bahas dengan baik dan mendalam sebenarnya."