TRIBUNNEWS.COM - Awan berbentuk gelombang tsunami atau awan kumulonimbus menggulung di langit Kota Makassar, Selasa (1/1/2019) sore.
Awan tersebut menggulung seperti halnya gelombang tsunami yang begitu besar.
Fenomena serupa pernah terjadi pada 6 November 2015 lalu di Sydney, Australia.
Baca: 3 Fakta Awan Tsunami di Makassar, Penjelasan BMKG Soal Bahayanya hingga Pesawat Putar Balik
Ketika itu langit seketika menjadi gelap disertai petir, peringatan akan terjadi badai pun dikeluarkan oleh otoritas setempat.
Badan Meteorologi mengeluarkan peringatan cuaca buruk, dan wilayah Sydney diperkirakan akan diguyur hujan lebat.
Peringatan tersebut termasuk Lake Macquarie, Blue Mountains, Greater Newcastle, dan Maitland.
Warga diperingatkan mengenai ancaman hujan deras yang berpotensi terjadi banjir bandang dan badai.
Sementara Australia Timur diperingatkan bahwa cuaca buruk akan terjadi paling tidak hingga bebrapa hari mendatang.
Warga yang tinggal dekat sungai atau berada pada jalur badai diminta untuk mencari tempat aman dan membawa barang-barang berharga.
Bersamaan dengan itu, muncul awan dengan formasi aneh menyerupai gulungan ombak tsunami.
Awan tersebut menggulung berwarna hitam pekat mendekati wilayah daratan.
Ini terlihat di atas pantai timur Sydney.
Fenomena ini muncul setelah Australia Selatan dan Victoria mengalami cuaca ekstrem. Sementara Adelaide dan Port Lincoln mengalami banjir bandang setelah badai besar.
Badai listrik yang terjadi Kamis lalu juga menewaskan seorang pria berusia 48 tahun.
Ia tersambar pertir sekitar pukul 3 sore di Queensland.
Sementara gulungan awan tsunami di Makassar dinyatakan berbahaya bagi penerbangan. Setidaknya ada lima pesawat yang hendak mendarat di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar harus menunggu cuaca mulai membaik.
Kelima pesawat tersebut terpaksa berputar-putar di ruang udara Makassar hingga 20 menit, barulah bisa mendarat saat cuaca mulai membaik.
Hal itu disampaikan oleh General Manager AirNav Indonesia cabang Makassar Air Traffic Service Centre (MATSC) Novy Pantaryanto, Rabu (2/1/2019).
“Saat awan kumulonimbus menggulung di langit Kota Makassar, Selasa sore, ada lima pesawat mengalami penundaan mendarat di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar," ujar Novy.
Dikatakan, pesawat itu berputar-putar terlebih dahulu di atas sekitar 15 hingga 20 menit lalu mendarat setelah cuaca mulai membaik.
Membahayakan Penerbangan
Menurut Novy, awan berbentuk gelombang tsunami tersebut merupakan awan yang sangat berbahaya.
Di dalam gumpalan awan kumulonimbus itu terdapat partikel-partikel petir, es dan lain-lainnya yang sangat membahayakan bagi penerbangan.
Awan kumulonimbus inilah yang paling dihindari oleh pilot, karena di dalam awan itu juga terdapat pusaran angin.
“Sangat mengerikan itu awan kumulonimbus. Kalau kita liat angin puting beliung, ekor angin itu ada di dalam awan kumulonimbus,” ujarnya.
Awan ini juga dapat membekukan mesin pesawat, karena di dalamnya terdapat banyak partikel-partikel es. "Terdapat partikel petir dan sebagainya di dalam awan itu," kata Novy menambahkan.
Meski awan kumulonimbus dianggap membahayakan bagi penerbangan, pihaknya telah mempunyai alat radar cuaca pada rute penerbangan yang bisa melacak cuaca hingga radius 100 KM.
Sehingga, jika terlihat awan kumulonimbus pada radar, pihaknya langsung menyampaikannya dan pilot akan membelokkan pesawat hingga 15 derajat.
“Tidak ada pilot yang berani menembus awan kumulonimbus. Jadi kita mempunyai radar cuaca dan berkoordinasi dengan BMKG, sehingga data dari BMKG yang diperoleh terkait cuaca buruk akan disampaikan kepada pilot. Jadi cuaca buruk yang terjadi, aman bagi lalulintas penerbangan,” kata dia.
Novy menambahkan, awan kumulonimbus berada diketinggian 1.000 hingga 15.000 kaki. Sehingga untuk penerbangan 30.000 hingga 40.000 kaki aman bagi pesawat.
“Jadi lalulintas penerbangan aman, jika ada cuaca buruk yang mengancam,” tambahnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Penampakan Gulungan 'Awan Tsunami' yang Mirip dengan yang Terjadi di Makassar