TRIBUNNEWS.COM, KUALA LUMPUR - Pemerintah Malaysia membatalkan proyek kereta cepat yang menggunakan dana pinjaman dari China. Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengakui negaranya tak akan sanggup membayar utang sekaligus bunga atas pinjaman tersebut.
Dikutip dari South China Morning Post, Mahathir bilang Malaysia akan jatuh miskin jika melanjutkan proyek East Coast Rail Link (ECRL) senilai US$ 20 miliar tersebut. Ia pun berharap pihak Tiongkok bisa memahami kesulitan negaranya.
Komentar Mahathir tampaknya ditujukan untuk memastikan tidak akan ada rasa tersinggung dari pihak Beijing akibat pembatalan tersebut.
"Ini bukan karena kami tidak ingin menghormati kontrak kami, hanya saja tetapi kami tidak bisa membayarnya," kata Mahathir.
“Proyek tersebut akan membuat kami jatuh miskin, jadi kami mengharapkan pengertian dari pihak-pihak terkait bahwa keputusan tersebut bukan karena kami ingin membuat Anda marah. Namun karena kami benar-benar ketat soal keuangan,” lanjut sang perdana menteri.
Baca: BI Targetkan Laju Inflasi Tahun Ini di Kisaran 3,5 Persen Plus Minus 1 Persen
Proyek kereta api sepanjang 688 kilometer tersebut sendiri dipelopori oleh China. Kontraktor utamanya adalah China Communications Construction Company (CCCC), dan Export-Import Bank of China menjadi pemodal utamanya.
Pengumuman resmi tentang keputusan akhir pemerintah untuk membatalkan proyek tersebut diharapkan akan keluar dalam dua hari ke depan. Sebelumnya Menteri Urusan Ekonomi Malaysia Azmin Ali pada hari Sabtu mengatakan keputusan akhir telah dibuat.
Komentar terbaru Mahathir tersebut muncul ketika Wakil Menteri Luar Negeri China Kong Xuanyou dan juru bicara kementerian luar negeri Geng Shuang yang sedang berkunjung ke Malaysia menyebut pembahasan keputusan proyek tersebut masih berlangsung.
Dengan banyaknya pemain politik tingkat tinggi yang mengelilingi masalah ini, nasib jalur kereta tersebut telah menjadi pembbicaraan utama di Malaysia dalam beberapa hari terakhir.
Namun pengamat hubungan Malaysia-Cina, Oh Ei Sun menilai masalah ini akan berdampak drastis pada hubungan bilateral antara kedua negara.
Sumber : South China Morning Post