News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hamil 6 Bulan, Perempuan Petempur ISIS Asal Indonesia Tewas Setelah Dipukul dan Disiksa di Kamp

Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM - Perempuan petempur ISIS yang disebut berasal dari Indonesia tewas dibunuh di kamp.

Diketahui, perempuan tersebut sedang hamil enam bulan saat meninggal setelah dipukul dan disiksa di kamp Al-Hol, Suriah.

Berdasarkan laporan kantor berita Kurdi, Hawar News Agency, korban itu bernama "Sudermini" (Sudarmini).

Pada jasad Sudarmini, ditemukan memar di tubuhnya.

Baca: 12 Oknum yang Kirim Dana ke Mastermind JAD di Indonesia Berasal dari Kelompok-kelompok ISIS

Baca: Pengadilan Jerman Perintahkan: Temukan dan Bawa Pulang Anak-Anak ISIS

Baca: 120 WNI Pendukung ISIS di Suriah Pulang Kampung, KNPI: Pemerintah Harus Cermat

Hawar mengungkap hasil pemeriksaan dokter forensik terhadap Sudarmini.

Hasil menunjukkan, memar di tubuh Sudarmini adalah akibat dari kekerasan yang dialami.

"Dia meninggal akibat tindak kekerasan," ungkap kantor berita di Al-Hasaka tersebut.

Identitas lain Sudarmini diketahui bahwa ayahnya bernama Sardi.

Ibunya adalah Nasia yang berusia sekitar kepala tiga.

Nasia merupakan ibu dari tiga anak.

Sementara itu, kewarganegaraan Indonesia Sudarmini masih melalui tahap verifikasi.

Yudha Nugraha, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, mengatakan masih berjalannya proses verifikasi tersebut.

Hal itu dilakukan untuk memeriksa apakah benar Sudarmini adalah warga negara Indonesia.

Di samping itu, pihak berwenang masih mendalami motif pembunuhan ini.

Jika dirunut, kasus kekerasan antarpetempur ISIS sering terjadi di kamp Al-Hol.

Menurut Hawar, kamp ini menampung ribuan keluarga pejuang asing ISIS.

Kamp Al-Hol terletak di Suriah barat laut dan berada di bawah administrasi Kurdi.

Pejabat Kurdi, Mustafa Bali, menyatakan kepada BBC News Indonesia, ia menjadi saksi mata atas puluhan WNI yang berada di kamp tersebut.

Sebelumnya, warga Indonesia berada di Baghuz, kantong terakhir kelompok ISIS.

Namun, tempat tersebut dikudeta oleh Syrian Democratic Forces (Pasukan Demokratis Suriah).

Pada awal tahun 2019, SDF adalah pimpinan suku Kurdi.

Baca: Petugas Haji Tambahan Akan Difokuskan Bantu Jemaah Haji Saat Masa Krisis Armuzna

Seorang warga Indonesia bernama Maryam mengungkapkan isi hatinya atas kerinduannya terhadap tanah air.

Perempuan asal Bandung tersebut ingin pulang ke Indonesia.

"Saya dengan empat anak dan keluar dari Baghuz ... kami ingin pulang ke negara asal kami, ke Indonesia," ungkap Maryam saat ditemui oleh wartawan lepas di Al-Hol, pekan pertama Maret silam.

Kamp Al-Hol

Dikutip dari AFP, seorang pejabat Kurdi mengungkap bahwa lebih dari 9.000 keluarga pendukung ISIS yang berasal dari luar negeri ditampung di kamp Al-Hol.

Awalnya, kamp ini dibangun untuk menampung sekitar 20.000 orang.

Namun, hingga kini, lebih dari 70.000 orang hidup di sana.

Akibatnya, Kurdi kewalahan.

Apalagi, kantong terakhir ISISI, Baghuz, telah direbut oleh SDF.

Hal ini dikonfirmasi oleh Pejabat pada Otoritas pimpinan Kurdi di Suriah utara, Abdul Karim Omar.

Kepada BBC, Omar mengatakan Kurdi kewalahan menghadapi ribuan orang yang keluar dari Baghuz.

Mereka berasal dari kurang lebih 50 negara.

Kurdi kemudian menahan sekitar 1.000 pejuang asing di sejumlah penjara.

Baca: Setelah Source Music, Big Hit Entertainment Akan Akuisisi Agensi Lain yang Miliki Boy Group Populer

Omar melanjutkan, hanya sedikit negara yang mau memulangkan kembali warganya yang bergabung dengan ISIS.

Hal ini semakin memperumit masalah yang ada.

Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius, mengemukakan respons pemerintah atas masalah tersebut.

Menurut Suhardi, pemerintah belum mengambil keputusan apakah akan memulangkan WNI.

"Bukan sekadar memulangkan orang ini. Masalah ideologinya kan sudah keras, dan lain sebagainya, bagaimana kita bisa mereduksi ideologi itu, bagaimana treatmentnya, itu harus kita pikirkan dengan baik," kata Suhardi dalam diskusi 'Para Pengejar Mimpi ISIS: Layakkah mereka kembali?'

Jadi Militan ISIS, Bocah 11 Tahun Asal Indonesia Ini Tewas Terkena Ledakan Bom

Hatf Saiful Rasul berusia 11 tahun saat dia mengatakan kepada ayahnya, seorang militan Islam yang sudah dijatuhi pidana, bahwa dia ingin meninggalkan sekolah dan pergi ke Suriah untuk memperjuangkan Negara Islam.

Anak laki-laki tersebut mengunjungi ayahnya di sebuah penjara keamanan maksimum saat istirahat dari Ibnu Mas'ud, pesantrennya, Syaiful Anam mengungkapkan dalam esai 12.000 kata tentang putra dan agamanya yang dipublikasikan secara online.

"Awalnya, saya tidak merespon dan menganggapnya hanya lelucon seorang anak," tulisnya. "Tapi itu menjadi berbeda ketika Hatf menyatakan kesediaannya berulang kali."

Hatf mengatakan kepada ayahnya beberapa teman dan guru dari Ibnu Mas'ud telah pergi untuk memperjuangkan Negara Islam dan "menjadi syahid di sana", Anam menulis.

Baca: Ramalan Zodiak Cinta Selasa 30 Juli 2019: Leo Penuh Romantis, Cancer Hadapi Krisis Cinta

Anam setuju untuk membiarkannya pergi, mencatat dalam esainya bahwa sekolah tersebut dikelola oleh "kawan yang berbagi ideologi kita".

Hatf pergi ke Suriah bersama sekelompok kerabat pada tahun 2015, bergabung dengan sekelompok pejuang Prancis.

Reuters berbicara dengan tiga pejabat kontra-terorisme di Indonesia yang mengkonfirmasi bahwa anak laki-laki tersebut memang pergi ke Suriah.

Hatf adalah satu dari sekurang-kurangnya 12 orang dari pesantren Ibnu Mas'ud yang pergi ke Timur Tengah untuk memperjuangkan berdirinya negara Islam.

Dia berusaha untuk pergi ke sana, antara tahun 2013 dan 2016.

Sedikitnya 18 orang lainnya terkait dengan sekolah tersebut telah dihukum, atau ditangkap, untuk plot dan serangan militan di Indonesia, termasuk tiga serangan paling mematikan di negara tersebut dalam 20 bulan terakhir.

Jumadi, juru bicara Ibnu Mas'ud, membantah sekolah tersebut mendukung ISIS atau kelompok Islam militan lainnya, atau mengajarkan interpretasi ekstrim atau ultra-kekerasan terhadap Islam.

Ibnu Mas'ud adalah satu dari sekitar 30.000 pesantren, atau pesantren, di seluruh Indonesia.

Sebagian besar mendidik siswa dalam Islam dan mata pelajaran lainnya, namun beberapa terkait dengan ekstremisme dan bertindak sebagai pusat rekrutmen, kata polisi dan pejabat pemerintah Indonesia.

"Bukan domain kami"

Ibnu Mas'ud telah ada selama satu dekade, terlepas dari kaitannya dengan militan.

Irfan Idris, kepala deradikalisasi badan nasional anti-terorisme di Indonesia, menyalahkan hukum dan birokrasi yang lemah karena tidak ada tindakan terhadap sekolah semacam itu.

Jumadi mengatakan Hatf belajar di Ibnu Mas'ud tapi dia tidak tahu tentang kepergiannya.

Dia mengatakan bahwa dia tidak mengetahui adanya staf atau siswa yang bepergian ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS, selain tiga guru dan satu siswa yang ditahan di Singapura tahun lalu.

Baca: Respons Polri Sikapi Rencana Pemulangan WNI Mantan Anggota ISIS dari Suriah

Mustanah, mantan mahasiswa yang dideportasi dari Irak pada bulan Agustus, telah mengatakan kepada polisi bahwa beberapa mantan siswa dari Ibnu Mas'ud telah melakukan perjalanan ke Suriah.

Terletak di kaki Gunung Salak, sebuah gunung berapi yang tidak aktif, di desa Sukajaya, 90 km (55 mil) selatan ibukota Indonesia, Ibnu Mas'ud terdiri dari kompleks ruang kelas, asrama dan ruang sholat yang dapat menampung hingga 200 orang siswa dari sekolah dasar sampai SMP.

Mujahid kecil yang gembira

Pesantren memiliki akar yang dalam di Indonesia, beberapa abad yang lalu, saat mereka menjadi bentuk pendidikan utama bagi masyarakat miskin dan pedesaan.

Bahkan ketika sistem pendidikan Indonesia yang dimodernisasi dan sekolah sekuler yang dijalankan pemerintah diperkenalkan, pesantren yang sangat pribadi tetap menjadi penting.

Amin, di Kementerian Agama RI, mengatakan kepada Reuters pada bulan Juli bahwa kementerian tersebut sedang mengupayakan sebuah kebijakan baru untuk membakukan kurikulum di pesantren dan mengambil alih persetujuan mereka. Belum ada kebijakan yang diumumkan.

Anam, ayah Hatf, mengatakan kepada Reuters dalam tulisan tangan untuk menanggapi pertanyaan selama persidangan di Jakarta pada bulan Juli bahwa dia bangga dengan anaknya.

Foto yang dilihat oleh Reuters, yang menurut Anam diambil di Suriah dan diposkan di media sosial oleh Hatf, menunjukkan anak laki-laki tersebut sedang makan dengan pria yang lebih tua dan seorang di mana anak muda berwajah segar itu memegang senapan AK-47 hampir sebesar dirinya.

Hatf bisa membongkar senapan dalam 32 detik, Anam menulis.

Dia juga mengeluarkan "pistol 9mm, 2 granat tangan, pisau komando dan kompas."

Anam juga dikabari bahwa Hatf selamat dari satu serangan udara, terbang di udara akibat ledakan tersebut dan muncul dengan hanya telinga berdarah dan gangguan pendengaran.

Pada tanggal 1 September 2016, dua bulan setelah ulang tahunnya yang ke 13, Hatf terkena serangan udara lain.

Baca: Media: Perusahaan Jerman Kirim Bahan Kimia Berbahaya ke Suriah

Tak lama kemudian, kematian tiga orang Indonesia di dekat kota Jarabulus di Suriah diumumkan oleh ISIS.

"Mujahid kecil yang bahagia" sudah meninggal, tulis Anam dalam esainya, "tubuh kecilnya yang compang-camping hancur oleh bom".

"Saya tidak merasa sedih atau kehilangan, kecuali kesedihan yang terbatas seperti ayah yang ditinggalkan oleh anak tercintanya," kata Anam kepada Reuters dalam catatan yang dia berikan di persidangan. "Sebaliknya, saya merasa bahagia karena anak saya telah mencapai kesyahidan, insya Allah."

(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia/BBC)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini