Riset Buktikan Gadis 10-14 Tahun Mau Pamer Bagian Tubuh Pribadi di Aplikasi Live Streaming demi Uang
TRIBUNNEWS.COM - Sebuah riset dilakukan di Malaysia tentang perilaku gadis remaja di aplikasi streaming mobile.
Menurut Harian Metro, gadis berusia 10-14 tahun bersedia memperlihatkan bagian tubuh pribadi mereka di aplikasi live streaming mobile Bigo Live.
Bigo Live dikenal sebagai aplikasi live streaming mobile paling populer.
Pengguna melakukan siaran langsung lewat aplikasi itu untuk menyapa penggemarnya.
Kegiatan yang disiarkan selama live tergantung si pengguna, dari sekedar mengobrol hingga memperlihatkan tutorial.
Baca: TERPOPULER: Viral Video Barbie Kumalasari Nyanyi Ditinggal Penonton, Ayu Ting Ting jadi Penyelamat
Mohd Fadhil Othman, ketua IKRAM Malaysia memaparkan hasil risetnya.
Berdasarkan riset, gadis-gadis remaja itu aktif melakukan aksi "pamer" di media sosial lain juga, seperti Instagram dan WeChat.
Dalam Bigo Live, poin yang dikumpulkan dari aksi mereka mempertontonkan hal tertentu, bisa mendatangkan pendapatan.
Baca: Apa yang Harus Dilakukan Jika Foto atau Video Intim dengan Pacar Tersebar? Ini Kata Psikolog
Mohd Fadhil Othman menyatakan:
"Berdasarkan riset, kami menemukan, remaja muda, paling muda 10 tahun aktif di Bigo Live hampir 8 jam di akhir pekan."
Mohd Fadhil Othman menambahkan anak-anak itu mulai dengan mengenakan pakaian lengkap jam 8 malam.
Namun mendekati jam 2-4 pagi, mereka mulai menanggalkannya.
Baca: Kasus Cekcok Berakhir Penusukan di Mall Pluit Village, Begini Analisis Psikolog
Menurut Fadhil, si penonton live streaming akan meminta para remaja perempuan itu untuk memperlihatkan bagian tubuh tertentu.
Jika si remaja melakukannya, maka penonton live akan memberinya uang sebagai bentuk hadiah.
Diberitakan Tribunnews pada 6 Februari 2019 lalu, ribuan konten vulgar di 11 aplikasi telah diblokir Kominfo, dua di antaranya adalah Bigo Live dan Smule.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengklaim telah menemukan dan melakukan pemblokiran terhadap 2.334 konten negatif dalam 11 aplikasi live chat selama tahun 2018.
Aplikasi itu terdiri dari Bigo, BIGO LIVE, Cheez, Go Live, GOGO LIVE, KWAI GO, Live Me, Nonolive, Smule, TikTok, dan Vigo.
Berdasarkan pantauan Direktorat Pengendalian Konten Internet Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) aplikasi terbanyak yang diblokir kontennya adalah aplikasi Smule, yakni sebanyak 613 konten.
Pemblokiran dilakukan karena pakaian yang digunakan menunjukkan kevulgaran.
Sementara pada urutan kedua, konten terbanyak yang diblokir pada aplikasi TikTok yakni 591 konten.
"Pertimbangan pemblokiran karena pakaian yang digunakan tampak vulgar sebanyak 293 konten."
"Isu yang mengganggu dalam bentuk Tatto 227 konten serta menunjukkan konten merokok, minuman keras dan obat obatan terlarang 48 konten."
"Selebihnya karena aksi, bahasa, erotis dan memuat anak di bawah umur," kata Plt Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemkominfo Ferdinandus Setu, Rabu (6/2).
Pada urutan ketiga, menurut Ferdinandus, konten yang banyak diblokir dalam aplikasi KWAI GO sebantak 424 konten.
Kebanyakan konten menunjukkan aksi yang tidak layak atau vulgar sebanyak 172 konten, pakaian yang vulgar 103 konten, aksi yang membahayakan 79 konten.
"Selebihnya karena konten yang menampilkan erotisme, merokok, minuman keras, penyiksaan mahluk hidup," ungkap dia.
Lebih lanjut menurut pria yang akrab disapa Nando itu hasil pantauan konten negatif ditemukan pula ada di aplikasi Vigo sebanyak 225 konten, Go LIve 197 konten, Nanolibe 124 konten, Bigo 89 konten, BIGO LIve 32 konten, GOGO LIVE 20 konten, Live Me 13 konten dan Cheez enam konten.
Berdasarkan kategori konten terbanyak ditemukan konten yang tidak layak atau vulgar dari penggunaan pakaian sebanyak 1653 konten.
Selanjutnya konten yang mengganggu berupa Tatto 227 konten dan konten aksi vulgar 97 konten.
Pelaporan itu diterima Kementerian Kominfo melalui @aduankonten dan website aduankonten.id serta sudah ditindaklanjuti dengan tindakan pemblokiran oleh Kemkominfo dengan penapisan mencakup IP filtering, hosting, URL dan aplikasi, serta bekerja sama dengan pihak-pihak pengelola layanan atau aplikasi.
Sebagai informasi, menurut Undang-Undang No 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, terdapat 12 kelompok konten yang dikategorikan sebagai konten negatif.
Kategori konten negatif itu antara lain: pornografi/pornografi anak; perjudian; pemerasan; penipuan; kekerasan/kekerasan anak; fitnah/pencemaran nama baik; pelanggaran kekayaan intelektual; produk dengan aturan khusus; provokasi sara; berita bohong; terorisme/radikalisme; serta informasi/dokumen elektronik melanggar undang-undang lainnya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)