TRIBUNNEWS.COM - Pemakzulan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump merupakan kasus ketiga dalam sejarah kepresidenan Amerika Serikat, setelah Andrew Johnson dan Bill Clinton.
Satu presiden lainnya, yaitu Richard Nixon mengundurkan diri sebelum proses pemakzulan dilakukan.
Tiga kali isu pemakzulan diangkat, tak ada satu presiden pun yang lengser dari jabatannya.
Kemungkinan besar Trump juga akan sama.
Kabar baik bagi Trump, semua presiden lain yang dimakzulkan melawan senat dan DPR yang didominasi partai oposisi.
Sementara mayoritas di senat saat ini, diduduki oleh Partai Republik, yang diprediksi akan melindungi Trump.
Baca: Donald Trump Jadi Presiden Ketiga dalam Sejarah AS yang Dimakzulkan, Kemungkinan Akan Bernasib Sama
Baca: DPR Ungkap Alasan Dilakukannya Pemakzulan meski Donald Trump Diprediksi Bebas di Tingkat Senat
Namun, kabar buruk bagi Trump, partai dari setiap Presiden yang menghadapi pemakzulan akan kalah dalam pemilihan presiden berikutnya.
Andrew Johnson menjalani pemakzulan paling "aneh" karena partainya, Demokrat hanya memiliki sedikit kursi di Capitol Hill.
Tetapi ia masih bisa mengalahkan pemakzulan.
Berikut perbandingan pemakzulan Trump dan ketiga presiden lainnya seperti yang dilansir CNN.com:
1. Andrew Johnson - Partai Demokrat - 1868
DPR yang dikuasai Partai Republik menjatuhkan 11 pasal pemakzulan terhadap Johnson, seorang Demokrat.
Sebelas pasal tersebut termasuk pelanggaran Tenure of Office Act, undang-undang yang disahkan khusus untuk mengekang kemampuan Johnson memecat pejabat Kabinet yang ditunjuk oleh Abraham Lincoln, seorang Republikan, sebelum dibunuh.
Johnson dianggap menginginkan Rekonstruksi yang kurang radikal dan menghalangi bantuan mantan budak.
Hasil: Tujuh anggota Republik keluar partai mereka dan Senat membebaskan Johnson dengan satu kali voting suara atas tiga tuduhan.
Partai Republik meninggalkan persidangan dan Johnson tetap bekerja di kantor.
Tetapi karier kepresidenannya berakhir dan ia kalah dari pemungutan suara Demokrat pada tahun 1868.
Ia kemudian kembali ke Senat.
Pemilihan berikutnya: Partai Johnson memperoleh beberapa kursi DPR ketika orang-orang Selatan diterima kembali ke Kongres, tetapi ia kehilangan kesempatannya menjabat di Gedung Putih pada tahun 1868.
2. Richard Nixon - Republik - 1974
Komite Kehakiman DPR yang dikontrol Partai Demokrat meloloskan tiga pasal pemakzulan terhadap Nixon atas tuduhan melanggar hukum, penyalahgunaan kekuasaan dan menghambat Kongres.
Semua tuduhan itu terkait dengan penggunaan Watergate dan penggunaan kekuasan dalam pemilihan presiden 1972.
Hasil: Setelah para senator dari Partai Republik memberitahunya, dia akan membuat senator kehilangan kepercayaan diri, Nixon memilih mengundurkan diri daripada dihukum oleh DPR.
Pemilihan berikutnya: Partai Nixon kehilangan kursi di DPR pada pemilihan 1974 dan kalah dari Jimmy Carter (Demokrat).
3. Bill Clinton - Demokrat - 1998-1999
DPR meloloskan dua pasal pemakzulan terhadap Clinton untuk sumpah palsu di hadapan juri dan menghalangi tuntutan hukum.
Tuduhan tersebut berasal dari investigasi Penasihat Independen Ken Starr selama bertahun-tahun yang dimulai sebagai penyelidikan atas kesepakatan tanah sebelum Clinton terpilih tetapi.
Hasil: Setelah beberapa pembelotan, Partai Republik tidak bisa mengumpulkan suara mayoritas di Senat, apalagi 2/3 yang dibutuhkan untuk menghukum dan melengserkan Clinton.
Pemilihan berikutnya: Partai Clinton memperoleh beberapa kursi DPR dalam pemilihan tepat sebelum pemakzulannya, tetapi gagal menjabat kembali sebagai presiden pada tahun 2000.
4. Donald Trump - Republik - 2019-2020
DPR mempertimbangkan dua pasal pemakzulan terhadap Trump, penyalahgunaan kekuasaan dan menghalangi penyelidikan Kongres.
Pasal pertama melibatkan penggunaan pembayaran pajak untuk menekan Presiden Ukraina dan yang lainnya berkaitan dengan upayanya untuk memblokir pengawasan kongres.
Tidak seperti setiap upaya pemakzulan lainnya, partai Trump memiliki mayoritas di Senat.
Hasil: Partai Demokrat meloloskan pasal pemakzulan, tetapi Senat yang dikuasai Republik diperkirakan akan membebaskan - dan berpotensi untuk membatalkan semua tuduhan.
Pemilihan berikutnya: Trump akan menjalani pemilihan presiden kembali pada tahun 2020.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)