News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

WNI Diadili di Inggris

Belajar dari Reynhard Sinaga, Psikolog Berikan Tips Hindarkan Anak dari Disorientasi Seksual

Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Reynhard Sinaga dan ilustrasi korban

TRIBUNNEWS.COM - Nama Reynhard Sinaga menjadi buah bibir setelah dirinya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

Reynhard Sinaga didakwa dengan 159 tindak pemerkosaan dan pelecehan seksual dalam waktu 2,5 tahun oleh Pengadilan Manchester, Inggris, Senin (6/1/2020).

Kepolisian Manchester melaporkan jumlah korban dari 'keganasan' Reynhard Sinaga sebanyak 190 orang.

Angka ini sudah termasuk dari 48 pria yang sudah teridentifikasi hingga sekarang.

Sisanya kepolisian masih melakukan penyelidikan.

Terlepas dari kasus yang membelit Reynhard Sinaga, muncul pertanyaan mengapa seseorang bisa memiliki perilaku seksual menyimpang.

Untuk mengetahui penyebabnya Tiribunnews.com menghubungi Psikolog Anak dan Keluarga dari Yayasan Praktek Psikolog Indonesia, Adib Setiawan, S. Psi., M. Psi.

Adib menilai perilaku seksual menyimpang dapat berasal dari pola asuh orangtua yang keliru.

"Memang biasanya pelaku-pelaku seperti ini, waktu remaja atau masa kecil kurang kasih sayang dari orang tuanya," ujar Adib kepada Tribunnews, Selasa (7/1/2020).

Terlebih untuk pemilik disorientasi seksual seperti, homoseksual yang kurang mendapat perhatian dari sosok ayah di masa-masa perkembangan seorang anak.

Ini bisa disebabkan sang ayah sibuk bekerja atau faktor lainnya.

Baca: Anak Ayu Azhari Ditangkap Polisi karena Jual Senjata ke Koboi Lamborghini, Hukuman 20 Tahun Menanti

Jadi Headline Internasional, Ini Sebutan Reynhard Sinaga Oleh Media Inggris (Twitter @BruceEmond dan BBC)

"Orang tuanya hanya mengejar harta dan materi, sehingga anak hanya diserahkan ke pihak sekolah, misalnya,"

"Sementara anak nggak tau sayang itu apa" kata Adib.

Selain pola asuh orang tua yang keliru, perilaku seksual menyimpang juga disebabkan tuntutan yang tidak seimbang.

Adib memisalkan, orientasi orang tua hanya menuntut anak untuk mengasah kemampuan akademik tanpa memperhatikan pembelajaran mental.

"Ya memang akhirnya anak bisa masuk perguruan tinggi yang ia tuju"

"Tapi mentalnya bermasalah tidak? Kepribadiannya bermasalah ndak?" tanya Adib.

Adib menyimpulkan kecerdasan akademik belum tentu berbanding lurus dengan kecerdasan mental yang dimiliki seorang individu.

Menurutnya, kecerdasan mental memiliki posisi penting dalam kehidupan.

Lewat kecerdasan ini membuat seorang dapat mengendalikan dan memahami dirinya sendiri. 

"Termasuk dalam gejolak seksual yang timbul," tegas Adib.

Adib menambahkan, tidak dimengertinya norma dan nilai yang berlaku di masyarakat oleh pemilik disorientasi seksual dapat memperparah keadaan.

"Dia merasa dunia ini tidak ada hukum, akhirnya dia tabrak saja hukumnya," tandasnya. 

Dalam sambungan telepon, Adib membagikan tips bagaimana menjauhkan anak dari perilaku seksual yang menyimpang, berikut penjelasan lengkapnya.

Baca: Serangan Rudal Iran ke Pangkalan Militer AS 'Dibalas' Donald Trump dengan Cuitan di Twitter

1. Seimbang 

Ilustrasi bekerja (https://pixabay.com/)

Menurut Adib keluarga merupakan kunci utama untuk menghindarkan anak dari disorientasi seksual.

Ia menilai perilaku menyimpang tersebut muncul akibat kurangnya keberadaan orangtua untuk sang anak.

Orangtua dalam kehidupan sehari-hari dituntut supaya menyeimbangkan antara karir pekerjaan dengan keluarga. 

Sehingga anak atau anggota keluarga yang lain mendapatkan perhatian. 

"Saat suami kerja ingat kalau istri dan anak ada di rumah," tandas Adib.

2. Bermain 

Ilustrasi bermain dengan anak (https://pixabay.com/)

Keberadaan orangtua, baik ayah maupun ibu di rumah juga belum cukup untuk mencegah potensi penyimpangan seksual.

Orangtua juga diharapkan bisa mengajak bermain anak. 

"Supaya anak memiliki figur orangtua, anak laki-laki ada figur ayahnya. Jika anak perempuan punya figur ibunya" kata Adib.

Diharapkan dengan kegiatan ini, anak memiliki kemampuan untuk mengindentifikasi dirinya sendiri secara baik untuk bekal ketika ia dewasa.

Baca: Konflik Natuna antara Indonesia dan China, Prof Salim Said: Ngapain Loe Masuk Wilayah Gue

3. Stop kekerasan

Ilustrasi kekersan terhadap anak (https://pixabay.com/)

Tahapan selanjutnya adalah menghindari kekerasan terhadap anak. Adib menjelaskan perlakukan kasar kepada anak baik verbal maupun fisik membuat anak trauma.

"Kalau anak sering dipukul, sering dimarahi, sering dipaksa, diluar sana anak akan menemukan sosok yang tidak memaksa dan mengayomi," lanjutnya.

Ketika anak mencari figur lain penganti orangtua di luar rumah ini akan menjadi berbahaya. Terlebih orang tersebut memiliki niat-niat terselubung terhadap anak ini.

"Misalkan penjahat kelamin, akhirnya figur dan orientasi seksual yang berubah. Yang awalnya suka lawan jenis bisa menjadi suka sesama jenis," beber Adib.

4. Tanamkan nilai-nilai kebaikan

Ilustrasi nilai kebaikan (https://pixabay.com/)

Sejak usia dini, orangtua diharapkan mampu memupuk nilai-nilai kebaikan ke dalam diri seorang anak.

Nilai tersebut akan menjadi bekal anak ketika dewasa, sehingga memiliki kompetensi untuk membedakan mana yang baik dan buruk.

"Dilatih nilai-nilai bener dari sejak dini, nilai kasih sayang, tolong menolong, nilai agama, harus ditanamkan sejak dini"

"Supaya anak anak tahu kalau di dunia ini ada aturan, ada hukum, supaya taat hukum," tegas Adib.

(*)

(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini