TRIBUNNEWS.COM - Pakar Timur Tengah Universitas Indonesia, Abdul Muta'ali turut berkomentar terkait Iran yang memborbadir pangkalan militer Amerika Serikat di Irak, dengan puluhan rudal pada Rabu (8/1/2020) dini hari.
Menurutnya, ini merupakan pemenuhan janji Iran untuk membalas dendam kepada Amerika Serikat, usai pimpinan militer Iran, Qassem Soleimani dibunuh.
Mengingat, Qassem Soleimani merupakan tokoh penting dan tokoh yang berbahaya bagi AS.
Pernyataan ini ia sampaikan dalam program Kabar Petang yang dilansir dari kanal YouTube tvOneNews, Kamis (9/1/2020).
"Kalau Amerika Serikat punya Rambo, maka Rambo Iran itu Qassem Soleimani," kata Abdul.
"Sejak 2011-2018 tidak kurang dari 1500 tentara Amerika Serikat di Iran dan Suriah ini bisa tewas ditangan beliau (Qassem Soleimani)," imbuhnya.
"Bahkan prestasi terbesar dari pasukan Quds yang bergerak memang untuk keamanan Iran di eksternal adalah 2019 ini ketika dapat membumi hanguskan ISIS," jelasnya.
Sehingga menurut Abdul, ini membuat negara Paman Sam ini cukup geram dengan kehadiran Qassem Soleimani yang merupakan tokoh berbahaya.
Pernyataan Abdul ini lantas memancing pertanyaan dari pembawa acara program tersebut.
"Tapi ternyata ini bukan isapan jempol semata, Iran dengan jelas dan tegas langsung membombardir pagar landasan Amerika Serikat di Baghdad,"
"Berani sekali Iran melakukan hal tersebut kepada Amerika yang mengklaim kami yang terkuat dalam segi senjata alutsista?" tanya pembawa acara.
Abdul mengungkapkan bahwa Iran tentu memiliki alasan yang kuat.
"Bahkan ketika pemakaman Qassem Soleimani senin lalu, ia (Iran) mengatakan akan memberikan hadiah Rp 1,1 triliun bagi mereka yang bisa menangkap (Donald Trump). Itu angka yang fantastis," imbuhnya.
"Iran mengatakan demikian tanpa alasan yang lemah," kata Abdul.
"Mereka memiliki kapasitas, selain alutstita mereka memiliki pasukan cyber yang luar biasa," tegasnya.
Sehingga dengan kata lain, Iran telah memiliki perhitungan sendiri saat akan melakukan aksi balas dendam dengan Amerika Serikat.
"Sejak Rabu pagi serangan puluhan rudal ke pangkalan militer Amerika Serikat di Ain Assad," ujarnya.
"Dimana itu merupakan pangkalan militer terbesar Amerika di Timur Tengah," imbuhnya.
"Saya kira (Iran) sudah punya kalkulasi. Karena miss kalkulasi saya kira sangat dihindari oleh Iran," jelas Abdul.
Abdul juga mengatakan bahwa tindakan balas dendam Iran ini seperti membangkitkan revolusi Islam Iran jilid kedua.
Mengingat, Qasem Soleimani merupakan sosok yang memiliki pengaruh besar di Iran khususnya dalam militernya.
"Dan yang menarik yang dilakukan oleh Iran ini, membuat kesatuan Iran secara keseluruhan baik itu parlemen, eksekutif, masyarakat, sekuler sekalipun ini seolah-olah membangkitkan revolusi Islam Iran jilid ke dua," kata Abdul.
"Karena sejak revolusi Iran pertama 1979 sampai hari ini, ini pembunuhan tewasnya seorang tokoh besar Iran," imbuhnya.
"Yang pertama Mohammad Mosaddegh ya, tapi beliau tidak berpengaruh besar. Namun seorang Qassem Soleimani, dia yang membangun militer, yang membangun pasukan khusus diluar Iran," ujarnya.
Sosok Qassem Soleimani
Dikutip dari TribunNewsmaker.com, Qassem Soleimani dikenal sebagai sosok yang sangat berpengaruh di Timur Tengah.
Militer Amerika menyebut Suleimani sebagai orang yang sangat berpengaruh dalam politik luar negeri Republik Islam Iran.
Qassem memegang sejumlah operasi-operasi penting, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Qassem Soleimani berpangkat mayor jenderal di Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran.
Ia menjabat sebagai komandan Pasukan Quds sejak tahun 1998.
Pasukan Quds merupakan sebuah divisi pasukan elite IRGC Iran yang bertanggung jawab untuk operasi militer ekstrateritorial dan klandestin.
Qassem Soleimani digambarkan sebagai perwira yang paling berpengaruh di Timur Tengah saat ini
Ia juga disebut ahli strategi dan taktik militer pada upaya Iran memerangi pengaruh Barat dan memperluas ekspansi Syiah, termausk pengaruh Iran di seluruh Timur Tengah.
Di Irak, sebagai komandan Pasukan Quds, dia diyakini telah mempengaruhi organisasi di pemerintahan Irak, terutama mendukung Perdana Menteri Irak Nuri Al-Maliki.
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma, TribunNewsmaker.com/Listusista Anggeng Rasmi)