TRIBUNNEWS.COM - Jurnalis BBC Indonesia-London, Endang Nurdin bercerita terkait kesaksian para korban perkosaan yang dilakukan oleh Reynhard Sinaga.
Diketehui Endang merupakan satu diantara jurnalis yang turut hadir dalam persidangan kasus yang disebut-sebut sebagai kasus hukum terbesar di Inggris ini.
Endang menuturkan kesaksian para korban Reynhard di pengadilan Manchester ini sangat tragis.
Pernyartaan ini ia sampaikan dalam program 'Rosi' yang dilansir dari kanal YouTube Kompas tv, Jumat (10/1/2020).
Sebelumnya, Endang menceritakan terkait persidangan Reynhard yang ia hadiri.
"Saya mengikuti dua kali jalannya persidangan. Kemudian saya juga hadir di sidang vonis," ujarnya.
"Di dua kesempatan sidang saat Reynhard ikut mendengarkan kesaksian korban itu, dia terlihat tenang," ungkapnya.
"Kemudian dia lebih banyak menyisir rambut panjangnya sebahu dengan jari-jarinya," imbuhnya.
Endang mengaku cerita terkait kesaksian korban dinilai sangat tragis.
Di mana menurut jaksa dan polisi para korban mengalami trauma yang begitu mendalam.
"Itu cerita-ceritanya sangat tragis ya, dibacakan oleh Jaksa sebelum hakim menjatuhkan vonisnya," ujar Endang.
"Bahwa ada (korban) yang mencoba bunuh diri," ungkapnya.
"Ada yang mengatakan 'kalau bukan karena ibu saya, saya sudah bunuh diri' gitu," imbuhnya.
"Ada yang mengatakan 'ketika saya pertama kali beritahukan ini ke ibu saya, ibu saya muntah, adik saya histeris menangis mendengar itu semua'," jelas Endang.
Bahkan, menurut penuturan jurnalis BBC ini ada korban yang keluar dari universitasnya dan ada pula yang mengalami mimpi buruk.
Endang juga menjelaskan terkait mekanisme kesaksian korban saat proses pengadilan berlangsung.
Ia mengatakan, sebagian besar korban memberikan kesaksiannya dibalik tirai.
Dan hanya juri dan hakim saja yang dapat melihat korban saat bersaksi.
"Di dalam 4 persidangan itu, sebagian besar korban hadir dibalik tirai. Hanya beberapa korban yang bisa dilihat oleh terpidana, wartawan, dan pengunjung," ujarnya.
"Namun, dalam dua persidangan yang saya hadiri, korban dihadirkan dibalik tirai. Jadi pengadilan meminta kami (jurnalis dan pengunjung) termasuk Reynhard untuk keluar terlebih dahulu dari ruang sidang," imbuhnya.
"Kemudian setelah korban ditempatkan diposisi di mana mereka bisa bercerita di pengadilan, baru kami termasuk Reynhard dihadirkan kembali," jelasnya.
Endang mengatakan, hakim dan jaksa dalam persidangan itu memuji tindakan 48 korban yang bersedia hadir untuk memberikan kesaksiannya.
Mengingat itu memerlukan keberanian yang sangat luar biasa.
Kemudian, Endang menjelaskan terkait respon Reynhard selama menjalani persidangan.
Seperti yang disebutkan oleh Hakim Suzanne Goddard, Reynhard terlihat menikmati jalani persidangan dan tidak menunjukan empati kepada korban.
"Sehingga hakim mengatakan gambaran monster terhadap Reynhard Sinaga merupakan gambaran yang tepat," kata Endang.
Endang juga menyebut bahwa hakim berkeyakinan penuh bahwa Reynhard tidak pantas untuk dibebaskan.
Walaupun hukuman minimalnya 30 tahun, namun hakim dalam hal ini menyebutkan Reynhald tidak akan pernah aman untuk dibebaskan.
"Putusannya hakim mengatakan 'anda (Reynhard) adalah predator seksual setan yang tidak pernah akan aman untuk dibebaskan' begitu," kata Endang.
Potensi korban Reynhard bertambah
Sebelumnya Jurnalis BBC Indonesia-London, Endang Nurdin mengatakan bahwa jumlah korban pemerkosaan Reynhard Sinaga terus bertambah.
"Nah perkembangan terakhir yang baru kami dapatkan, kemungkinan potensi korban perkosaan Reynhard Sinaga ini akan bertambah," ujarnya yang dilansir dari kanal YouTube Talk Show tvOne, Jumat (10/1/2020).
Menurut Endang, hal ini dilihat dari banyaknya korban yang melapor kepada pihak kepolisian setempat.
"Karena kepolisian membentuk satu unit khusus untuk melaporkan baik melalui online maupun telepon," ujarnya.
"Polisi sudah mendapatkan sejumlah orang yang melapor, tidak disebutkan angkanya karena alasan operasional," imbuhnya.
"Tetapi menurut kepolisian angkanya itu positif," jelas Endang.
Namun, kasus Reynhard Sinaga ini justru mendorong banyak orang yang mengalami kekerasan seksual yang tidak terlibat atau terkena secara langsung tetapi memiliki maslaah sebelumnya itu untuk melapor kepada pihak terkait ataupun unit-unit yang dibentuk.
Dan di Manchester terdapat satu yayasan di Manchester yang dibentuk khusus untuk melaporkan korban kekerasan seksual pria.
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma)