TRIBUNNEWS.COM - Kisah tragis menimpa perempuan pengguna rokok elektrik atau biasa disebut vapor atau vape.
Di usianya yang masih 19 tahun, Claire Chung, perempuan asal Amerika Serikat ini mengalami kerusakan jaringan paru-paru parah.
Kisahnya dibagikan melalui akun Instagramnya pada 30 Desember 2019 lalu.
Ia mengalami demam tinggi secara konsisten selama tiga minggu lamanya.
Suhu tubuhnya mencapai 104 derajat fahrenheit atau 40 derajat celcius.
Tingginya suhu tubuh yang dialami Claire tanpa dibarengi gejala lain.
"Dari sini, kami mengira ini adalah flu atau pilek, namun setelah beberapa minggu meminum obat OTC (obat bebas tanpa resep dokter) tidak ada perkembangan baik, saya pergi untuk memeriksakan lebih lanjut," ungkapnya.
Saat melakukan pemeriksaan, dugaan mengarah pada malaria hingga gangguan autoimun.
Claire pun menjalani serangkaian tes lainnya.
Saat rontgen dada, tim medis mengungkapkan adanya pneumonia ringan di bagian bawah paru-paru kiri Claire.
Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang menyerang paru, sehingga menyebabkan kantung udara di dalam paru meradang dan membengkak.
Claire pun mengonsumsi dua antibiotik selama 48 jam.
Namun, demam yang dialami tetap stagnan di suhu 40 derajat celcius.
"Jadi saya pergi ke UGD pada pagi hari Natal, saya dirawat di rumah sakit dan diberi cairan infus dan antibiotik," ungkapnya.
Claire pun mendapat pengecekan dari bagian gawat darurat, penyakit menular, dan paru-paru.
Tim dokter melakukan tes dan belum ditemukan kejelasan penyakit.
Claire pun diperintahkan untuk melakukan CT scan paru-paru.
Hasil CT scan paru-paru sungguh mengagetkan Claire.
"Paru-paru saya yang berusia 19 tahun benar-benar berkabut dan putih di pemindaian, seluruhnya menutupi kedua paru-paru," ungkapnya.
Sementara itu, paru-paru yang sehat saat CT scan akan berwarna hitam.
"Saya dibawa dengan ambulans untuk dirawat di perawatan yang lebih intensif," ucapnya.
Warna putih dan berkabut yang terlihat di CT scan paru-paru Claire tidak diketahui tim medis apakah itu cairan, darah, bakteri, infeksi, maupun yang lain.
Claire pun menjalani permeriksaan lanjutan dan bronkoskopi.
Bronkoskopi merupakan tes untuk mencari tahu masalah di saluran pernapasan.
Hasilnya menunjukkan jaringan paru-paru Claire mengalami kerusakan parah.
Setelah itu, tim medis memastikan hal tersebut dikarenakan rokok elektrik.
"Jaringan paru-paru saya benar-benar hancur karena menggunakan juul, vape, dan oil cartridge (jenis rokok elektrik)," ujarnya.
Serangkaian pemeriksaan Claire bertepatan dengan sudah selesainya kegiatan sekolahnya.
"Itu berarti jika ini terjadi beberapa minggu sebelumnya atau beberapa minggu kemudian, saya tidak akan memiliki akses ke perawatan kesehatan," ungkapnya.
"Dalam hal ini, saya kemungkinan besar akan MATI dalam bulan berikutnya," lanjutnya.
Menurut Claire, penggunaan perangkat nikotin seperti rokok elektrik bukanlah sesuatu yang layak.
"Cerita yang Anda dengar online NYATA, kematian adalah kemungkinan yang SANGAT nyata," ucapnya.
Sementara itu hingga awal Januari, Claire masih dirawat di rumah sakit.
"Saya mungkin memiliki jaringan parut permanen di paru-paru saya, dan itu semua karena rokok elektrik," ungkapnya.
Melalui unggahan lain pada 5 Januari 2020, Claire pun membandingkan hasil CT scan paru-parunya dengan CT scan paru-paru normal pada umumnya.
Claire memberikan pesan betapa bahayanya rokok elektrik bagi paru-paru.
"Hanya karena Anda tidak dapat merasakannya, bukan berarti itu tidak terjadi," ujarnya.
"Anda tidak mengerti penyesalan sampai dokter Anda menatap wajah Anda dan memberi tahu Anda bahwa mereka tidak tahu apakah mereka bisa menyelamatkan hidup Anda," ungkapnya.
*) Hingga berita ini ditayangkan, Tribunnews.com masih menunggu informasi lebih lanjut dari Claire Chung.
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang Putranto)