Laporan lain mengungkapkan, landak dijual lengkap dengan kandangnya sejak hewan tersebut datang ke pasar.
Disinyalir, telah terjadi perdagangan hewan liar di China.
Namun, permintaan akan daging hewan liar tinggi.
Permintaan akan makanan lezat dan bahan obat tradisional menjadi alasannya.
Hu Xingdou, seorang ekonom politik independen, mengatakan bahwa kecintaan orang-orang Tionghoa untuk memakan satwa liar berdasarkan pada budaya, ekonomi, dan politik yang telah mengakar.
"Sementara orang Barat menghargai kebebasan dan hak asasi manusia lainnya, orang-orang Tiongkok memandang makanan sebagai kebutuhan utama mereka karena kelaparan adalah ancaman besar dan bagian yang tak terlupakan dari sejarah nasional," terangnya.
Meskipun banyak kota, termasuk Guangzhou, Shenzhen, dan Beijing, telah melarang penjualan unggas hidup, pasar seperti itu masih menyebar di penjuru Negeri Tirai Bambu.
Baca: Kenali Ciri-ciri Demam yang Disebabkan Virus Corona, Dari Batuk, Sesak Nafas Hingga Jadi Pneumonia
Baca: 2.258 Wisatawan Tiongkok Berkunjung ke Riau, Dinkes Belum Temukan Kasus Virus Corona
"Makan makanan dari hewan atau tanaman langka telah menjadi standar sosial sendiri bagi sebagian orang," tambah Hu.
Di dalam pasar, satwa liar, baik eksotik maupun ternak, yang berasal dari berbagai tempat yang berbeda, disatukan di satu tempat.
Kondisi itu menjadi tempat berkembangbiaknya penyakit dan inkubator bagi banyak virus untuk berevolusi.
Alhasil, hal itu berdampak pada biodiversitas dan memicu penyebaran penyakit.
Virus pun menular ke manusia.
Sebelumnya, penelitian menunjukkan, virus Corona ditularkan dari ular ke manusia.
Namun, penasihat medis pemerintah, Zhong Nanshan, juga mengidentifikasi luwak dan tikus sebagai sumber virus Corona yang memungkinkan.
Beberapa penderita awal virus Corona adalah pedagang pasar yang bersentuhan dengan unggas dan daging yang dijualnya.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)