TRIBUNNEWS.COM - Kekhawatiran global telah memuncak akibat wabah virus Corona.
Hal itu tampaknya berdampak pada Ratu Elizabeth II.
Ratu Elizabeth II diketahui mengenakan sarung tangan panjang saat menghadiri upacara penobatan pada Selasa (03/03/2020) lalu.
Pemandangan tak biasa itu memunculkan spekulasi tentang tindakan pencegahan sang Ratu terhadap virus Corona.
Namun, Buckingham Palace menampik dugaan tersebut.
Baca: Ratu Elizabeth Sedih Archie Tak Dibawa ke Inggris, Tagihan Biaya Keamanan Tambah Rp 900 Juta
Baca: Pemindahan 69 WNI ABK Diamond Princess ke Pulau Sebaru, Yurianto: 68 Negatif Corona, 1 Dites Ulang
Dilansir CNN, Buckingham Palace mengatakan, adalah hal lumrah bahwa nenek dari Pangeran Harry tersebut mengenakan sarung tangan di depan publik.
Meskipun begitu, foto-foto yang beredar menunjukkan, sang Ratu biasanya tidak memakai sarung tangan saat memberikan penghargaan.
Biasanya, ketika ada upacara di Buckingham Palace, seorang anggota keluarga kerajaan mempersembahkan medali kepada orang-orang yang dianugerahi penghargaan.
Anggota kerajaan melakukan kontak jarak dekat dengan orang-orang selama upacara.
Setelah itu, dilakukan jabat tangan dan menyematkan medali ke dada peraih kehormatan.
Namun, pemandangan yang berbeda terjadi pada Selasa lalu.
Kala itu, Ratu Elizabeth memberikan medali kepada Harry Billinge.
Billinge adalah seorang veteran yang menerima medali MBE karena pekerjaan amalnya.
Dalam sebuah video yang diunggah di akun Twitter keluarga kerajaan, @RoyalFamily, sang Ratu terlihat mengenakan sarung tangan saat ia memberi Billinge medali.
Sehari kemudian, Rabu (04/03/2020), Ratu tampak menyapa ratu di Buckingham Palace tanpa mengenakan sarung tangan.(*)
Seberapa Mematikan Virus Corona? Ini Golongan Usia yang Lebih Rentan Terjangkit hingga Meninggal
Virus corona atau Covid-19 telah menyebar ke Indonesia.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan secara resmi dua Warga Negara Indonesia yang positif terjangkit virus corona, Senin (02/03/2020).
Sebelumnya, dua WNI tersebut menjalin kontak langsung dengan WN Jepang yang dinyatakan positif virus corona di Malaysia.
Ini adalah kasus pertama di Indonesia, setelah virus corona mewabah di China, sejak Januari silam.
Lantas, seberapa mematikan virus corona sebenarnya?
Saat ini, para peneliti berpikir bahwa 5-40 kasus virus corona dalam 1.000 kasus akan berujung pada kematian.
Dengan kata lain, peluang kematian dalam kasus virus corona sama dengan 9 dalam 1.000, atau sekitar satu persen.
Hal itu tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan Sekretariat Kesehatan dan Perawatan Sosial Inggris, Matth Hancock.
Dalam pernyataannya, Hancock menyebut tingkat kematian virus corona menurut penilaian pemerintah inggris adalah dua persen, atau bahkan lebih rendah.
Namun, itu tergantung pada sejumlah faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain usia, jenis kelamin, kesehatan umum, dan sistem kesehatan tempat seseorang berada.
Dilansir BBC, menghitung peluang kematian yang disebabkan virus corona adalah pekerjaan rumit.
Sebagian besar kasus tidak dapat dihitung, karena orang cenderung tidak pergi ke dokter ketika mengalami gejala ringan.
Menurut penelitian oleh Imperial College London, tingkat kematian di setiap negara berbeda.
Sebab, itu semua tergantung pada kemampuan negara untuk mendeteksi adanya gejala ringan.
Gejala yang lebih ringan justru lebih sulit untuk dihitung kasusnya.
Jika data yang digunakan hanyalah data dari Hubei China, di mana tingkat kematiannya jauh lebih tinggi daripada di tempat lain, maka angka kematian keseluruhan akan terlihat jauh lebih buruk.
Risiko Kematian Berdasarkan Golongan Usia, Kesehatan, dan Jenis Kelamin
Ada beberapa golongan usia yang lebih mungkin meninggal jika terkena virus corona.
Mereka adalah orang tua, orang yang sedang tidak sehat, dan mungkin pria.
Dalam analisis besar pertama pada kasus virus corona di China, tingkat kematian sepuluh kali lebih tinggi pada orang yang sangat tua dibandingkan dengan para paruh baya.
Angka kematian terendah ada pada golongan usia di bawah 30-an.
Dalam 4.500 kasus, hanya ada delapan kematian yang berusia di bawah 30 tahun.
Sementara itu, bagi penderita diabetes, tekanan darah tinggi, dan masalah jantung atau pernapasan, mereka lima kali lipat lebih mungkin untuk meninggal karena Covid-19.
Jumlah kematian juga sedikit lebih tinggi di antara pria dibandingkan dengan wanita.
Semua faktor ini berinteraksi satu sama lain.
Namun, para peneliti belum memiliki gambaran lengkap tentang risiko setiap golongan usia di setiap negara.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)