"Aku tidak bisa ambil napas lebih dari satu tarikan napas, dan ketika aku bernapas paru-paruku terasa seperti tas kertas yang kusut."
"Aku perlu ke dokter," jelasnya.
Kendati demikian, dia ragu memanggil ambulans karena biaya yang mahal.
Menurutnya, dia memang sakit tapi tidak sampai sekarat.
Oleh karena itu, dia lalu memutuskan untuk menahan rasa sakit sampai mendapatkan taksi ke Rumah Sakit Universitas Zhongnan dimana ada dokter asal Inggris di sana.
Dia merasa pilihannya itu memang tidak berdasar terlebih ketika dia kesakitan, tapi Connel tetap ingin pergi ke dokter tersebut.
Dia didiagnosis menderita radang paru-paru dan diberi sejumlah antibiotik.
Namun, dia enggan meminum obat itu karena takut kebal dengan penyakit yang ketika itu ia derita.
"Aku lebih suka mengobati ini dengan obat tradisional, kalau bisa," jelas Connor.
Setelah lebih dari dua minggu belum ada perubahan, dia memutuskan untuk menelepon ibunya di Australia.
Lantaran, ibunya sangat khawatir dan ingin terbang ke Wuhan menemuinya.
Pada hari ke-19 dia merasa cukup sehat, kendati masih terhuyung-huyung saat berjalan ke pintu.
"Hidungku bisa mencium masakan tetangga dan mungkin aku akhirnya punya selera makan, setelah dua minggu berjalan."
Baca: Tetangga Pasien Positif Virus Corona Sentil 2 Pejabat Publik Soal Identitas Pasien dan Isu Isolasi
Baca: Apakah Virus Corona dapat Menular Lewat Udara? Berikut Penjelasan Ahli
Sakit itu sering hilang dan muncul kembali, membuat Connel tidak bisa bekerja dalam waktu yang lama.