TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Warga Inggris pertama yang terjangkit Covid-19, menceritakan pengalamannya saat melawan virus.
Connor Reed adalah warga Inggris yang tinggal di Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Dia menggambarkan rasa sakit yang dideritanya saat terjangkit corona adalah seperti ditabrak kereta.
Inilah yang kemudian membuat tubuhnya lemas dan terus merasa kesakitan selama berminggu-minggu.
Semua itu berawal saat dia pilek pada 25 November lalu, dimana saat itu sebulan sebelum otoritas China mengumumkan wabah Covid-19.
Selama tiga minggu, dia merasa kesakitan dan tidak bisa bergerak.
Pria asal Llandudno, North Wales ini sehari-hari mengajar Bahasa Inggris di Wuhan.
Setelah sakit cukup lama, dia berusaha mengobati dirinya dengan meminum whisky dan madu.
Atau yang lebih dikenal sebagai hot toddy.
Seminggu dia terus sakit-sakitan dan perlahan-lahan tubuh Connor mulai memburuk secara drastis.
Guru muda ini lalu izin ke sekolah tempatnya bekerja untuk mengambil cuti.
"Ini bukan sekadar flu. Seluruh tubuh saya sakit, kepalaku pening, kedua mataku panas seperti terbakar, dan tenggorokanku kering."
"Hawa dingin masuk ke dadaku dan aku menderita batuk."
"Ini flu dan membuatku menghabiskan lebih dari satu gelas madu dengan atau tidak menggunakan whisky, agar tubuhku lebih nyaman," tutur Connor dilansir Mirror.
Melihat kondisinya yang semakin parah, Connor menghubungi atasannya dia akan izin selama seminggu lagi.
Dia mengaku seluruh tulangnya sakit, sampai-sampai dia tidak bisa bangun dari kasurnya.
Bila dia memaksa untuk bangun, selain rasa sakit dia juga akan terus batuk-batuk.
Connor juga bercerita tentang seekor kucing yang berkeliaran di apartemennya.
Kucing itu tampak sedang sakit, tetapi menolak makanan yang ia berikan.
Setelah wabah Covid-19 ini merebak, kucing malang tersebut mati di hari ke-11 wabah di Wuhan.
Bagaimanapun juga yang dilakukan Connor hanyalah tetap tenang.
Ajaibnya, perlahan-lahan kondisinya membaik dengan sendirinya.
Seakan-akan flu yang ia derita berminggu-minggu itu sudah hilang.
Tetapi, hari berikutnya dia merasa sesak bahkan saat dia berjalan ke kamar mandi napasnya terengah-engah dan kelelahan.
"Aku berkeringat, kepanasan, pusing, dan menggigil."
"Televisiku nyala, tapi aku tidak bisa menikmatinya. Ini adalah mimpi buruk," lanjut Connel.
Baca: Soal Pencegahan Virus Corona di Indonesia, Moeldoko: Perlu Adanya Tanggung Jawab Semua Pihak
Baca: Susanna Tak Ambil Untung Ditengah Panic Buying akibat Corona, Tenangkan Pembeli dan Ajak Berdoa
Pada 6 Desember sore waktu Wuhan, dia merasa seakan mati lemas.
"Aku belum pernah sakit seperti ini selama aku hidup."
"Aku tidak bisa ambil napas lebih dari satu tarikan napas, dan ketika aku bernapas paru-paruku terasa seperti tas kertas yang kusut."
"Aku perlu ke dokter," jelasnya.
Kendati demikian, dia ragu memanggil ambulans karena biaya yang mahal.
Menurutnya, dia memang sakit tapi tidak sampai sekarat.
Oleh karena itu, dia lalu memutuskan untuk menahan rasa sakit sampai mendapatkan taksi ke Rumah Sakit Universitas Zhongnan dimana ada dokter asal Inggris di sana.
Dia merasa pilihannya itu memang tidak berdasar terlebih ketika dia kesakitan, tapi Connel tetap ingin pergi ke dokter tersebut.
Dia didiagnosis menderita radang paru-paru dan diberi sejumlah antibiotik.
Namun, dia enggan meminum obat itu karena takut kebal dengan penyakit yang ketika itu ia derita.
"Aku lebih suka mengobati ini dengan obat tradisional, kalau bisa," jelas Connor.
Setelah lebih dari dua minggu belum ada perubahan, dia memutuskan untuk menelepon ibunya di Australia.
Lantaran, ibunya sangat khawatir dan ingin terbang ke Wuhan menemuinya.
Pada hari ke-19 dia merasa cukup sehat, kendati masih terhuyung-huyung saat berjalan ke pintu.
"Hidungku bisa mencium masakan tetangga dan mungkin aku akhirnya punya selera makan, setelah dua minggu berjalan."
Baca: Tetangga Pasien Positif Virus Corona Sentil 2 Pejabat Publik Soal Identitas Pasien dan Isu Isolasi
Baca: Apakah Virus Corona dapat Menular Lewat Udara? Berikut Penjelasan Ahli
Sakit itu sering hilang dan muncul kembali, membuat Connel tidak bisa bekerja dalam waktu yang lama.
Setelah pemerintah mengumumkan isolasi untuk Wuhan, dia juga panik dan bergegas membeli berbagai kebutuhan.
Pada 16 Januari, rumah sakit baru memberi Connor dirinya selama ini terinfeksi Covid-19.
Kendati demikian, dia merasa senang karena sudah pernah terjangkit sehingga lebih kebal.
Tapi dia diharuskan untuk menggunakan masker saat bepergian ke luar.
Connor mengaku, berita tentang sumber penyebaran corona melalui pasar hewan liar dia ketahui dari media setempat.
Pria 25 tahun ini mengaku belum pernah melihat penjualan hewan liar seperti kelelawar dan koala di pasar ikan Wuhan itu.
Banyak media yang memberitakan kisah sembuhnya Connor karena mengonsumsi whisky dicampur madu.
Tetapi hal tersebut dia bantah, karena saat itu dia tidak tahu sakit apa yang sesungguhnya ia alami.
"Aku berharap semudah itu," tambahnya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)