TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat Donald Trump perintahkan Pentagon membalas serangan mematikan di pangkalan militer Irak.
Diketahui, para pemimpin militer Amerika Serikat pada Kamis (13/3/2020) mengancam akan melakukan serangan balasan terhadap milisi Iran.
Mereka mengklaim tahu siapa dalang yang meluncurkan rudal di Irak.
Serangan rudal pada Rabu (11/3/2020) itu dikabarkan menewaskan dan melukai tentara Amerika Serikat serta pasukan koalisi.
Dikutip dari Al Jazeera, serangan ini sekali lagi meningkatkan ketegangan Amerika Serikat dengan Iran.
Diketahui, kedua negara itu telah mencapai ambang perang pada awal tahun ini setelah Jenderal Qassem Soleimani tewas dalam serangan pesawat tanpa awak, Januari 2020.
Kepala Pertahanan Mark Esper kepada wartawan menerangkan, dia dan Donald Trump melakukan percakapan.
"Saya telah berbicara dengan Presiden (Donald Trump). Dia memberi saya wewenang untuk melakukan apa yang perlu dilakukan, konsisten dengan arahannya," kata Mark Esper.
Saat Esper ditanya soal pemogokan yang terjadi di Iran, ia menanggapi singkat.
"Kami fokus pada kelompok-kelompok yang kami percaya melakukan ini (serangan) di Irak," tegasnya.
"Kami akan mengambil langkah ini satu per satu, tetapi kami harus meminta pertanggungjawaban pelaku," kata Esper.
"Kamu tidak bisa menembak pangkalan kami dan membunuh dan melukai orang Amerika dan lolos begitu saja," tambahnya.
18 Personil Terluka, 3 Koalisi Tewas
Dua tentara AS dan satu anggota pasukan Inggris tewas dan 18 personel lainnya cedera di Kamp Taji di utara Baghdad pada Rabu malam (11/3/2020) dalam serangan roket.
Lebih lanjut, Jenderal Marinir AS Kenneth McKenzie sebelumnya tidak menyalahkan milisi tertentu.
Tetapi mencatat hanya Kataib Hezbollah yang didukung Iran yang diketahui melakukan serangan terhadap pasukan koalisi di masa lalu.
"Sementara kami masih menyelidiki serangan itu, saya akan mencatat bahwa kelompok proksi Iran Kataib Hezbollah adalah satu-satunya kelompok yang diketahui sebelumnya melakukan serangan tidak langsung skala ini terhadap AS dan pasukan koalisi di Irak," kata McKenzie pada sidang Senat AS pada Kamis.
Serangan itu menandai peningkatan dramatis dalam kekerasan kurang dari tiga bulan setelah roket menewaskan seorang kontraktor AS di Irak utara.
Serangan itu juga melepaskan putaran serangan antara Washington dan Teheran di tanah Irak.
Dalam beberapa jam setelah serangan terhadap pangkalan udara Taji di utara Baghdad.
Diterangkan, serangan tersebut adalah yang paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir pada pangkalan yang digunakan oleh pasukan AS di Irak.
Serangan udara itu menewaskan lebih dari dua lusin pejuang yang selaras dengan Iran di negara tetangga Suriah.
Khawatir akan terjadi lebih banyak lagi pertumpahan darah kali ini, para pejabat Irak dan PBB dengan cepat mengutuk kematian tersebut.
Baca: Tiga Tentara AS dan Inggris Tewas Setelah Roket Hantam Pangkalan Militer di Irak
Baca: Iran Uji Obat Corona, Berhasil Turunkan Gejala Pasien dalam 48 Jam
Mengutuk Serangan
Lebih lanjut, Presiden Irak Barham Salih dan juru bciara parlemen, Mohammed al-halbousi mengutuk serangan 'teroris' yang menargetkan keamanan Irak.
Misi PBB di Irak diketahui menyerukan pengekangan maksimum di semua sisi.
"Serangan-serangan yang sedang berlangsung ini adalah ancaman yang jelas dan substansial bagi negara itu, dan risiko tindakan jahat oleh kelompok-kelompok bersenjata tetap menjadi keprihatinan konstan," kata misi PBB.
"Hal terakhir yang dibutuhkan Irak adalah menjadi arena balas dendam dan pertempuran eksternal."
Serangan roket itu adalah yang ke-22 terhadap kepentingan militer AS di negara itu sejak akhir Oktober, kata seorang komandan militer Irak.
Baca: Anggota Kelompok Maluku Satu Rasa Tewas Dikeroyok Orang Tak Dikenal di Diskotek Pentagon Surabaya
Baca: Luncurkan Agriculture War Room, Mentan Sebut Fasilitas Ini Mirip Gedung Pentagon AS
Baca: Sunda Empire Klaim PBB & Pentagon Lahir di Bandung, Rangga: Sejarah Diplesetkan Sejak Zaman Soekarno
Baca: Petinggi Sunda Empire Sebut PBB, Pentagon hingga NATO Lahir di Bandung, Roy Suryo: Kacau Ini Halu
Ketegangan Iran-Amerika Serikat
Pada akhir Desember 2019, AS menuduh faksi yang selaras dengan Iran Kataib Hezbollah membunuh seorang kontraktor AS di sebuah pangkalan di Irak utara.
Ini menanggapi dengan serangan udara di Irak barat yang menewaskan 25 pejuang kelompok itu.
Beberapa hari kemudian, sebuah pesawat tak berawak AS membunuh komandan senior Iran Qassem Soleimani dan komandan milisi Abu Mahdi al-Muhandis di dekat bandara Baghdad.
Iran kemudian melancarkan serangannya sendiri di pangkalan Irak barat, meninggalkan puluhan tentara AS menderita trauma otak.
Irak memiliki hubungan dekat dengan Iran dan AS selama bertahun-tahun.
Kini telah berada dalam posisi yang semakin sulit oleh ketegangan yang meningkat di antara keduanya.
Pada bulan Januari, anggota parlemen Irak memilih untuk mengusir semua pasukan asing dari Irak sebagai reaksi atas pembunuhan Soleimani dan Muhandi.
Sekitar 5.200 tentara AS ditempatkan di Irak sebagai bagian dari koalisi yang dibentuk pada 2014 untuk melawan kelompok bersenjata ISIL (ISIS).
Sementara ISIL telah kehilangan semua wilayah luas yang pernah dipegangnya di Irak dan Suriah, sel-sel yang tidur tetap mampu melakukan serangan di kedua sisi perbatasan.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)