TRIBUNNEWS.COM - Pada Senin lalu, Presiden Brasil Jair Bolsonaro menyudahi karantina wilayah karena wabah Covid-19 di Brasil.
Dia menilai karantina ini harus diberhentikan karena menyebabkan sektor ekonomi hancur.
Alih-alih mengantisipasi penyebaran Covid-19, warga miskin malah tambah menderita.
Melansir Rede TV dari Reuters, Bolsonaro mengritik isolasi diri dan sejumlah langkah yang dikeluarkan pemerintah daerah di Brasil.
Dalam pidatonya, Bolsonaro mendesak para wali kota dan gubernur negara bagian membatalkan langkah-langkah jarak sosial ini.
Sebab cara ini telah membuat Rio de Jainero dan San Paulo hampir berhenti kegiatannya.
"Kita harus kembali normal," katanya.
"Beberapa negara bagian dan balai kota harus meanggalkan kebijakan 'bumi hangus' mereka."
Baca: Neymar Malah Kumpul-kumpul dengan Teman Saat Pulang Kampung ke Brasil, Ramai Hujatan!
Baca: Sekpres Brasil Positif Corona, Sempat Dinner dengan Donald Trump
Sebelum ini Bolsonaro sempat menuai kritikan karena menganggap Covid-19 adalah flu biasa.
Padahal terhitung Selasa (31/3/2020) wabah asal China ini sudah membunuh 37.825 orang.
Pandangan ini lagi-lagi bertentangan dengan Menteri Kesehatan Brasil, Luiz Henrique Mendetta.
Senin lalu, Mendetta mendesak warga Brasil untuk menjaga jarak sosial.
Dia mengaku langkah ini dilakukan agar penyebaran tidak semakin masif dan membebani fasilitas kesehatan.
Selain itu, Mendetta mengatakan bahwa ada 200 juta alat pelindung diri (APD) yang akan tiba dari China bulan depan.
"Anda tidak dapat memaksakan karantina lebih dari yang sudah ada," kata Bolsonaro.
Presiden mengaku banyak masyarakat yang sering bertanya kapan bisa mulai bekerja kembali.
Masih di hari yang sama, Senat Brasil meloloskan RUU terkait jaminan warga miskin sebesar 600 Real (USD 117) atau sekira Rp 1,9 juta per-bulan.
Sampai tiga bulan saja, jaminan ini bisa menelan biaya hampir 50 miliar Real atau sekira Rp 157 triliun.
Menurut Bolsonaro, semua langkah pengendalian pandemi ini bisa memakan biaya hingga 800 miliar Real.
Sementara itu, kondisi perekonomian akan pulih kembali setidaknya dalam waktu setahun.
Bolsonaro bahkan menilai pada gubernur-gubernurnya adalah 'pembunuh pekerjaan'.
Dia juga menganggap demokrasi akan beresiko bila krisis Covid-19 menyebabkan kekacauan sosial.
"Ketika situasi menuju kekacauan, pengangguran dan kelaparan massal, itu adalah lahan subur bagi sebagian orang untuk mengeksploitasi, mencari cara untuk meraih kekuasaan dan tidak pernah meninggalkannya," kata Bolsonaro di depan awak pers.
Baca: Singgung Kerusuhan, Karni Ilyas Kritik Larangan Mudik karena Corona: Enggak Bisa Dibiarkan Tak Makan
Baca: Corona Merambah ke Amerika Latin dan Eropa, Brasil dan Yunani Konfirmasi Kasus Pertama
Sebelumnya minggu lalu Bolsonaro juga mengklaim bahwa corona bisa merusak tatanan demokrasi.
Pernyataannya ini merujuk pada kelompok kiri yang bisa membuat kerusuhan di kota, tanpa penjelasan lebih lanjut.
Masih menurut Reuters, pandemi Covid-19 sudah menghasilkan 4.579 kasus positif di negara ini.
Sementara itu angka kematiannya adalah 159 orang.
Sedangkan Worldometers.info mencatat kasus Covid-19 sudah mencapai 4,661.
Angka mortalitas bertambah menjadi 165 dan pasien sembuh ada 127 orang.
Sejauh ini, para pejabat politik Brasil berunding untuk mengalokasikan anggaran perang demi melawan pandemi corona.
Mereka juga banyak yang mengritik presiden.
Menurut pihaknya orang nomor satu di Brasil ini tidak kompak dengan Kongres dan meremehkan resiko kesehatan.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)