Membanjirnya komentar dari warganet Indonesia di akun pribadi milik Pangeran Mateen juga dinilai Fitri aksi spontanitas.
"Sebenarnya berkomentar itu tidak hanya karena prespektif saja, apalagi di medsos pribadi."
"Kadang kala hanya karena tertarik dan ikut-ikutan dengan komentar sebelumnya."
"Ataupun dampak fantasisme pada sosok seseorang, apalagi secara status sosial dia pangeran," tandasnya.
Baca: Halusinasi Warganet Indonesia Penuhi Kolom Komentar Akun Instagram Pangeran Mateen, Pacar Gue
Pendapat lain
Pendapat lain terkait kejadian tersebut diutarakan oleh pakar gender Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sri Kusumo Habsari.
Ia melihat komentar-komentar tersebut tidak mengarah kepada perilaku sexual harassment (pelecehan seksual).
Hal tersebut disebabkan tidak adanya unsur mengobyekkan seseorang.
"Sebab, sexual harrasment ada latar belakang misoginis, pandangan merendahkan dari laki-laki terhadap perempuan yang menganggap perempuan hanyalah objek seksual," katanya dikutip dari Kompas.com.
Sri melanjutkan, munculnya komentar-komentar tersebut berasal dari kekaguman warganet Indonesia kepada sosok Pangeran Mateen sebagai seorang artis atau public figure.
"Komentar lebih pada fan culture. Pangeran Mateen sebagai selebritis yang mengundang fantasi," sambung Sri.
Menurutnya, society of spectacle atau budaya masyarakat tontonan bisa ditujukan kepada siapa saja, seperti selebriti maupun idola yang mendapat sanjungan dari penggemarnya.
Baca: Gegara Video Lawas dengan Presiden Jokowi, Simak 7 Fakta Soal Pangeran Mateen yang Mendadak Viral
"Selain itu, tidak ada batasan usia bagi society of spectacle. Bisa anak-anak sampai lansia."
"Ekspresinya yang berbeda-beda, tergantung faktor dan itu sulit digeneralisasikan," jelas Sri.
Fan culture atau budaya penggemar, terutama dalam kasus Pangeran Mateen ini, kata Sri, tidak mengenal usia.