TRIBUNNEWS.COM - Partai politik nasionalis di India, Partai Bharatiya Janata (BJP) menyoroti sebuah video viral salah satu anggotanya yang dinilai rasis kepada Muslim.
Di dalam rekaman itu, legislator Suresh Tiwari dari kota Deoria di negara bagian utara Uttar Pradesh mengatakan untuk tidak membeli sayuran dari pedagang Muslim.
"Ingat satu hal. Saya memberi tahu semua orang secara terbuka. Tidak perlu membeli sayuran dari 'miyans' (Muslim)," katanya dalam video dikutip dari Al Jazeera.
Baca: Update Corona Global 30 April 2020: Kasus di Spanyol Tembus 236.899, 132 Ribu Orang Sembuh
Baca: Mengenal Wildlife SOS, Rumah Sakit Khusus Gajah Pertama di India
Sebelumnya, India termasuk wilayah Asia dengan jumlah infeksi Covid-19 yang banyak.
Menurut Worldometers, pada Kamis (30/4/2020) ini jumlah kasus infeksinya sudah mencapai 33.062.
Sementara ada 1.079 korban jiwa dan 8.437 orang yang sembuh.
Jauh sebelum ini pemerintah India telah melakukan lockdown untuk meminimalisir penyebaran Covid-19.
Akibatnya jutaan orang di India harus kehilangan pekerjaan dan kelaparan, kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Perihal video itu, BJP bertanya kepada Tiwari terkait pernyataannya itu.
Sebab setelah viral pada Selasa lalu, banyak orang yang meradang akibatnya.
Menurut laporan dari Hindustan Times, Tiwari berdalih pernyataannya itu dimaksudkan tindak pencegahan pada penularan corona.
"Pada 18 April, saya membagikan masker di antara orang-orang di Deoria ketika orang-orang mengeluh bahwa Tabligh Akbar menyebarkan infeksi."
"Banyak dari mereka khawatir bahwa pedagang Muslim menginfeksi sayuran dengan droplet-nya," katanya kepada surat kabar itu.
Baca: Terbukti Efektif saat Digunakan Pada Monyet, Vaksin Oxford Corona Menuju Produksi Massal di India
Baca: Dikarantina Sendirian di Sekolah Karena Corona, Wanita India Digerayangi 3 Lelaki
Tiwari merasa tidak salah mengatakan hal itu karena hanya bermaksud menghimbau.
"Sebagai MLA yang bertanggung jawab, saya meminta mereka untuk tidak main hakim sendiri untuk menangani situasi tetapi hanya berhenti membeli sayuran dari mereka (Muslim)."
"Katakan apa yang salah saya lakukan jika saya mengatakan hal-hal seperti itu?" tanya Tiwari.
Muslim India menjadi sasaran di berbagai daerah menyusul laporan masifnya infeksi Covid-19 pada pertemuan keagamaan di New Delhi bulan lalu.
Acara itu diselenggarakan oleh Tabligh Akbar dari perkumpulan Muslim di sana.
Selain itu, rasisme ini juga tidak lepas dari kerusuhan berdarah antara warga dengan umat Muslim pada Februari silam.
Peristiwa ini berkaitan dengan undang-undang kewarganegaraan di India yang mengecualikan Muslim.
Sejumlah politisi dan jurnalis BJP menggambarkan insiden Tabligh Akbar adalah terorisme corona.
Mereka juga membuat teori konspirasi bahwa Muslim di sana berusaha menyebarkan wabah ini.
Seruan Tiwari untuk memboikot pedagang Muslim diakukan secara terang-terangan.
Kelompok sayap kanan di India terlihat membagikan bendera warna oranye ke pedagang sayur di banyak tempat untuk memungkinkan konsumen mengidentifikasi mereka sebagai penjual Hindu.
Lingkungan tertentu di New Delhi dan negara bagian lain termasuk Karnataka, Telangana dan Madhya Pradesh juga memasang poster untuk menghentikan masuknya umat Islam.
Rasisme hingga Melarang Adzan
Tidak hanya perlakuan kasar atau rasisme yang diterima umat Muslim di India, tapi juga larangan untuk menjalankan pembacaan adzan.
Banyak masjid yang diserang warga dan buntutnya adalah larangan panggilan untuk salat ini.
Selasa lalu, sekelompok pria di distrik Gorakhpur Uttar Pradesh diduga merusak sebuah masjid dan menyerang seorang muazin.
Diketahui saat itu muazin tidak berhenti melantunkan adzan melalui pengeras suara.
Warga sebelumnya melarang dia untuk tidak melakukan itu selama lockdown berlangsung.
Abdul Rahman, sang muazin menderita luka ringan dalam insiden itu.
Dia mengatakan polisi hanya mengizinkan tiga orang yang boleh berada di masjid selama lockdown.
Pemerintah Himbau Hentikan Islamofobia
Pada 18 April, dimana kampanye anti-Muslim merebak di India, badan hak asasi Organisasi Kerjasama Islam (OKI) meminta New Delhi untuk menghentikan Islamofobia.
Hari berikutnya, Perdana Menteri India Narendra Modi memposting pesan persatuan di Twitter.
"Covid-19 tidak melihat ras, agama, warna kulit, kasta, akidah, bahasa atau perbatasan sebelum menyerang."
"Respons dan perilaku kita setelahnya harus melampirkan keutamaan pada persatuan dan persaudaraan. Kita berada dalam hal ini bersama-sama," cuit Modi.
Sementara itu, juru bicara oposisi Partai Samajwadi Anurag Bhadoriya mengatakan pihak berwenang harus mengajukan kasus terhadap pemimpin BJP Tiwari karena menyerukan boikot terhadap komunitas Muslim.
"Pada saat krisis ini, dia sibuk menyebarkan kebencian terhadap komunitas tertentu. Ini menunjukkan betapa dia peduli dengan kemanusiaan," kata Bhadoriya.
Seorang juru bicara BJP dari Uttar Pradesh mengatakan para pemimpin partai harus menghindari membuat pernyataan seperti itu.
"Salah berbicara seperti itu ketika kita berjuang melawan pandemi. Divisi ini tidak baik untuk masyarakat," Rakesh Tripathi.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)