News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

PM Jepang Konsultasi dengan Pakar Penyakit Menular Terkait Perpanjangan Periode Darurat Corona

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi suasana di Jepang - Orang-orang yang mengenakan masker wajah sebagai tindakan pencegahan terhadap coronavirus COVID-19 di jalan distrik perbelanjaan Ameya-Yokocho, yang terletak di sebelah Stasiun Ueno, di Tokyo pada 11 April 2020. Gubernur Tokyo Yuriko Koike mengatakan pada 10 April bahwa pemerintah metropolitan akan meminta banyak bisnis, termasuk klub malam, ruang karaoke, dan ruang pinball pachinko untuk menangguhkan operasi mulai 11 April karena keadaan darurat terkait epidemi coronavirus.

TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe mengatakan bahwa dia akan berkonsultasi dengan para ahli penyakit menular pada Kamis (30/4/2020) ini.

Langkah ini berkaitan dengan keputusan untuk memperpanjang keadaan darurat nasional Covid-19 atau tidak.

Selain itu, pemerintah Jepang juga melihat banyak negara lain yang mulai membuka kuncian nasionalnya.

Menurut laporan Reuters, Abe mendeklarasikan keadaan darurat nasional pada 16 April hingga 6 Mei. 

Baca: Mengaku Dihipnotis, Lelaki 57 Tahun Tusuk Polisi Senior Jepang

Baca: Lembaga Keuangan Jepang Dimungkinkan Fleksibel Pembayaran Utang UKM Berdampak Covid-19

PM Jepang Shinzo Abe di sidang parlemen Jepang (Richard Susilo)

Media setempat mengabarkan hal itu dengan pernyataan bahwa kondisi ini mungkin diperpanjang satu bulan lagi.

Langkah ini bergantung pada kesadaran masyarakat untuk tetap tinggal di rumah dan menutup bisnisnya sementara waktu.

Sebab Jepang tidak memiliki undang-undang yang berkaitan dengan karantina nasional.

Batas darurat nasional Jepang yang jatuh pada 6 Mei mendatang bertepatan dengan akhir libur nasional, Golden Week.

Namun hingga kini, negara sakura ini masih mengindikasikan infeksi Covid-19 yang cukup membahayakan.

Jepang dinilai telah meremehkan banyak kasus infeksi Covid-19 dengan tidak banyak melakukan tes swab.

Sudah jelas bahwa kuncian ini membawa Jepang menuju krisis ekonomi.

Kemerosotan output pabrik dan penjualan ritel menggambarkan dengan jelas dampak pandemi pada perekonomian.

"Kami ingin berkonsultasi dengan para analis dan pandangan para pakar," kata Abe di depan parlemen.

Abe menambahkan bahwa dia akan membuat keputusan segera sebelum 6 Mei.

Pada Rabu (29/4/2020) Tokyo mengonfirmasi kasus infeksi baru sebanyak 47.

Secara nasional, negara ini telah mencatat 13.929 kasus dan 415 kematian berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan.

Tentu angka ini jauh lebih rendah daripada Eropa bahkan Amerika Serikat.

Surat kabar Tokyo Shimbun melaporkan sebuah penelitian menggunakan tes antibodi kepada sejumlah orang di distrik Shinjuk, Tokyo yang menunjukkan hampir 6 persen orang terpapar virus corona.

Penelitian serupa juga dilaksanakan di Rumah Sakit Universitas Keio.

Jepang telah melakukan 1,3 uji virus corona per 1.000 orang.

ILUSTRASI suasana di Jepang saat pandemi Covid-19 --- Orang-orang berjalan di jalan sepi di tengah kekhawatiran tentang penyebaran virus corona COVID-19 di distrik perbelanjaan Ameya-Yokocho, yang terletak di sebelah Stasiun Ueno di Tokyo pada 11 April 2020. Gubernur Tokyo Yuriko Koike mengatakan pada 10 April bahwa pemerintah metropolitan akan meminta banyak bisnis, termasuk klub malam, tempat karaoke, dan tempat pinball pachinko untuk menunda operasi mulai 11 April karena keadaan darurat terkait epidemi coronavirus. (Kazuhiro NOGI/AFP)

Namun angka ini sangat sedikit dibandingkan 12 di Korea Selatan dan 18 di Amerika Serikat, menurut angka yang dikumpulkan oleh Our World in Data.

"Jepang seharusnya bertindak lebih cepat, terkunci dan terkurung dalam periode waktu yang lebih singkat," kata Kenji Shibuya, direktur Institute of Population Health di King's College, London.

"Jika situasi ini berlanjut, untuk jangka waktu yang lebih lama, daripada yang dikunci, maka bukan hanya perawatan kesehatan tetapi ekonomi akan lebih menderita," tambahnya.

Berkaitan dengan tes ini, otoritas Jepang berdalih mereka mengikuti pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Dimana perluasan jangkauan tes bisa membanjiri rumah sakit yang kewalahan dengan banyaknya kasus corona ringan.

Nikkei melaporkan pada Rabu lalu, bahwa pemerintah berencana untuk memperpanjang darurat nasional sekitar satu bulan dan keputusan akhir akan dibuat setelah pertemuan para ahli pada Jumat ini.

Sementara itu Gubernur Tokyo, Yuriko Koike menilai wilayahnya masih dalam situasi yang sulit.

Dia meminta kabinet Abe untuk memperpanjang darurat nasional.

Publik Jepang banyak yang mengeluhkan kuncian nasional ini, rata-rata mereka frustrasi karena tidak bisa bertemu kerabat dan tidak bisa bekerja.

Baca: Sikap Pemenang Grand Slam Dua Kali Asal Jepang Soal Penundaan Olimpiade Tokyo 2020

Baca: Rudal Anti-kapal Hipersonik Buatan Jepang Siap Jadi Ancaman Baru Bagi Kapal Induk China

Tetapi banyak yang lebih khawatir tentang dampak ekonomi, terutama pada bisnis kecil.

"Jika Anda memperpanjangnya sebulan lagi untuk seluruh negara, Anda harus membayar subsidi untuk bisnis dan 100.000 yen untuk setiap penduduk juga hampir tidak akan cukup," tulis Katuotoko.

"Tempat dengan tingkat infeksi rendah perlu membuat ekonomi bergerak lagi."

Pemerintah Jepang sudah menggelontorkan dana lebih dari USD 1 triliun untuk menyelamatkan perekonomian dari pandemi Covid-19.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini