TRIBUNNEWS.COM - Seorang tentara Amerika Serikat yang ditangkap dalam upaya invasi pemerintahan Venezuela, berencana akan menyerang istana kepresidenan dan menculik Presiden Venezuela, Nicholas Maduro.
Adalah Airan Berry (41) salah satu dari dua tentara bayaran AS yang ditangkap pasukan keamanan Venezuela pekan ini.
Dikutip dari Guardian, dia dan satu rekannya menyusup ke negara Amerika Selatan itu menggunakan kapal nelayan yang luluh lantak diterpa cuaca.
Baca: Venezuela Menangkap Tentara Bayaran AS, Mengaku Berencana Tumbangkan Presiden Maduro dan Menculiknya
Baca: Fakta Unik Venezuela, Negara yang Disebut Surga di Bumi oleh Christopher Columbus
Dalam pengakuannya pada Kamis (7/5/2020) lalu, Berry mengklaim salah satu tujuan utama kelompoknya adalah menjadi komandan Istana Miraflores di Ibu Kota Caracas.
Saat ditanya bagaimana rencananya menguasai istana presiden itu, Berry tidak menjelaskannya.
"Saya tidak begitu yakin, betapapun perlu," ujarnya.
Berry mengatakan, kelompok itu juga telah merencanakan untuk mengamankan landasan terbang di La Carlota, pangkalan udara militer di jantung Ibu Kota Venezuela, dalam rangka untuk menerbangkan Maduro ke luar negeri.
Pangkalan itu berada enam mil di sebelah barat Istana Miraflores.
Di sana merupakan saksi kegagalan usaha untuk memicu pemberontakan militer terhadap Maduro pada 30 April tahun lalu.
Berry yang juga mantan sersan insinyur pasukan khusus tentara AS itu mengaku, Maduro akan diterbangkan ke Amerika.
"Saya berasumsi bahwa itu adalah Amerika Serikat."
Pernyataan Berry disiarkan satu hari setelah video serupa yang menampilkan anggota kelompok Amerika Utara lainnya, Luke Denman.
Denman mengaku memiliki misi untuk mengamankan bandara, mengatur perimeter, dan berkomunikasi dengan menara.
Selain itu, dia juga akan menerbangkan pesawat yang salah satunya akan ditumpangi Maduro untuk dibawa ke Amerika Serikat.
"Saya pikir saya membantu rakyat Venezuela mengambil kembali kendali atas negara mereka," tambah Denman.
Selama pengakuan Denman ini, tidak tampak pengacara yang mendampingi atau tekanan-tekanan agar dia bicara.
Namun, mantan Navy Seal yang juga mengenal Denman, Ephraim Mattos menilai rekannya itu bicara di bawah tekanan dan paksaan.
Dia berasumsi demikian karena melihat gerakan Denman ketika bicara tentang keterlibatan Presiden AS, Donald Trump dalam serangan tersebut.
"Dia terlihat sangat cepat," kata Mattos dalam wawancaranya bersama Wall Street Journal.
"Itu dia dengan jelas mengisyaratkan bahwa dia berbohong. Itu adalah sesuatu yang dilatih pasukan khusus untuk dilakukan," jelas Mattos.
Kembali ke pengakuan Berry, selain Presiden Venezuela Maduro, dia menyebutkan dua target lainnya.
Diantaranya yaitu instalasi dinas intelijen militer Venezuela, DGCIM, dan dinas intelijen nasional Bolivarian, Sebin.
Tanggapan Presiden Maduro dengan Aksi Dua Militer AS Ini
Saat berbicara pada Rabu (6/5/2020) ini, Maduro membahas invasi AS pada abad 21 yang gagal dilakukan di Teluk Babi, Kuba.
Presiden mengklaim para penyusup negara ini bekerja di bawah komando Trump.
"Donald Trump berada di belakang semua ini," kata pemimpin otoriter Venezuela, mengacungkan kontrak yang diduga menunjukkan bahwa misi tersebut telah ditugaskan oleh saingannya, pemimpin oposisi, Juan Guaido.
"Ini kontraknya. Berikut adalah tanda tangannya, kontrak untuk invasi Venezuela. Pelanggaran serius," kata Maduro.
Sementara itu, Juan Guaido yang namanya dibawa-bawa Maduro menolak dihubungkan dengan penyusup atau rencara kudeta di Venezuela ini.
Maduro mengklaim Trump telah mensubkontrakkan invasi ini sehingga bisa cuci tangan bila rencana tersebut gagal.
"Mereka datang ke Venezuela berpikir orang-orang akan menyambut mereka seperti semacam Rambo, dengan tepuk tangan," kata Maduro.
"Tetapi orang-orang Venezuela menangkap mereka, mengikat mereka, dan polisi harus turun tangan sehingga tidak ada tindakan kekerasan terhadap mereka," lanjutnya.
Baca: Fakta Unik Guyana, Negara Terkecil Ketiga di Daratan Utara Amerika Selatan
Baca: Begini 7 Syarat Gubernur Andrew Cuomo Agar New York Bisa Dibuka Kembali dari Lockdown Amerika
Maduro mengklaim, sistem peradilan Venezuela akan memutuskan apakah Guaido akan ditangkap atau tidak.
Maduro telah memerintah Venezuela sejak 2013 silam.
Di bawah rezim petahana ini, lebih dari 4,5 juta orang meninggalkan Venezuela untuk menghindari kekurangan makanan, kekerasan, dan kekacauan politik.
Dia dituduh mengetahui pelanggaran hak asasi manusia selama penumpasan terhadap lawan politik dan pada Maret lalu didakwa AS atas tuduhan perdagangan narkoba dan pencucian uang.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)