TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat saat ini dalam situasi pelik setelah peristiwa rasisme kembali menggemparkan negeri Paman Sam tersebut.
Demonstrasi terhadap kematian pria kulit hitam George Floyd oleh polisi meluas hampir ke seluruh negara bagian Amerika Serikat (AS).
Aksi masa yang berujung kericuhan ini merebak di Amerika Serikat usai terjadi kasus kematian George Floyd, yang lehernya ditindih lutut polisi berkulit putih di Minneapolis.
Baca: Aksi Protes Kematian George Floyd Mulai Makan Korban, Satu Orang Tewas Tertembak di Detroit
Baca: Barack Obama Menangis Lihat Video George Floyd, Minta Penegakan Hukum dan Usut Tuntas Kasus
Awalnya Floyd dituduh melakukan transaksi dengan uang palsu, dan ia langsung diamankan oleh empat polisi, tetapi justru disaat itu juga Floyd sekaligus menemui ajalnya.
Melansir pemberitaan Reuters, pada Sabtu (30/5/2020) memberitakan bahwa ribuan demonstran menyerbu perimeter Barclays Center di New York.
Kemudian di Brooklyn, polisi melakukan sejumlah penangkapan terhadap beberapa demonstran pada Jumat (29/5/2020).
Demonstran banyak diborgol, lalu dimasukkan ke bus kota.
Para demonstran bersorak dan memainkan musik hip hop.
Baca: Buntut Tewasnya George Floyd di Tangan Polisi, Gelombang Protes Muncul di 20 Kota di AS
Mereka bentrok dengan polisi antihuru-hara, yang terkadang menarik orang dari kerumunan yang melemparkan botol atau proyektil lainnya.
Aksi yang bertajuk "I Can't Breathe" di Manhattan itu juga mendesak agar undang-undang melarang "chokehold" yang digunakan seorang polisi dalam kematian pria kulit hitam lainnya, Eric Garner, pada 2014.