Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Platform pesan populer Snapchat telah mengumumkan akan menghapus Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dari tab Discover-nya.
Hal itu karena Trump diduga mempromosikan 'kekerasan rasial dan ketidakadilan' dalam cuitan tentang perusuh yang melakukan aksi protes di luar kompleks Gedung Putih di ibu kota AS, Washington DC.
"Kami saat ini tidak mempromosikan konten presiden (Trump) di platform Discover Snapchat. Kami tidak akan mendukung suara yang menghasut kekerasan rasial dan ketidakadilan, dengan memberi mereka promosi gratis di Discover. Kekerasan rasial dan ketidakadilan, tidak memiliki tempat dalam masyarakat kami dan kami berdiri bersama dengan semua orang yang mencari perdamaian, cinta, kesetaraan, dan keadilan di Amerika," tulis manajemen Snap dalam sebuah pernyataan pada Rabu kemarin.
Dikutip dari laman Russia Today, Kamis (4/6/2020), kehadiran Trump selama ini di platform tersebut telah diikuti oleh lebih dari 1,5 juta pengguna.
Baca: Dikritik Belum Matang Pimpin AS, Trump Serang Mantan Menhan AS: Saya Senang Jika Dia Lenyap
Baca: Mantan Menhan AS: Trump Coba Pecah-Belah Amerika
Baca: Menhan AS Tolak Permintaan Presiden Trump Kerahkan Militer untuk Tangani Kerusuhan
Menurut laporan Bloomberg pada bulan lalu, jumlah ini naik tiga kali lipat selama setahun terakhir berkat promosi reguler.
Ini adalah bagian dari upaya Trump dalam menjangkau kampanyenya yang membidik para pemilih muda.
Snap telah membuat keputusan selama akhir pekan lalu, perusahaan itu menjelaskan alasan dibalik dihapusnya tab promosi Trump.
Hal itu menyusul pernyataan Trump yang menuliskan cuitan bernada ancaman dalam akun Twitter pribadinya, bahwa para pengunjuk rasa yang mencoba menyerbu Gedung Putih akan disambut dengan anjing yang paling ganas serta senjata yang paling menyakitkan yang pernah ia lihat.
Pernyataan tersebut pun secara cepat dikecam sebagai hal yang rasis oleh media arus utama negara itu.
Menanggapi pengumuman dari perusahaan tersebut, tim kampanye Trump balik menuduh Snap tengah berusaha mencurangi pemilihan 2020 dan secara aktif terlibat dalam penindasan terhadap para pemilih.
"Jika anda konservatif, mereka tidak ingin mendengar anda, mereka tidak ingin anda memberikan suara. Mereka memandang Anda sebagai orang yang menyedihkan dan mereka tidak ingin anda ada di platform mereka," kata manajer kampanye Trump, Brad Parscale dalam sebuah pernyataannya.
Platform media sosial di AS, saat ini memang telah berada di bawah tekanan luar biasa dari para kritikus presiden.
Mereka yang mengkritisi Trump meminta agar media sosial yang aktif di negara itu menangguhkan, menyensor bahkan menghapus kehadiran Trump.
Tekanan ini bahkan berlangsung sebelum protes atas kematian warga keturunan Afrika-Amerika George Floyd yang tewas di Minneapolis pada pekan lalu, meningkat menjadi kerusuhan yang menyebar di seluruh AS.
Jejaring sosial Twitter, menjadi media sosial pertama yang melabeli cuitan Trump tentang surat suara dengan 'fact checks'.
Kemudian menyoroti salah satu cuitan Trump terkait penjarahan yang terjadi di Minnesota.
Sementara Facebook, sejauh ini menolak untuk menyensor Trump, meskipun ada tekanan luar biasa dari karyawan berpangkat tinggi serta media dan partai Demokrat.
Sedangkan CEO Snap Evan Spiegel telah mengirimkan surat terbuka kepada seluruh karyawannya pada hari Minggu lalu.
Dalam surat itu, ia mengutuk perlakuan rasis terhadap orang kulit hitam dan orang kulit berwarna di Amerika.
Spiegel berpendapat bahwa kondisi ini memerlukan reorganisasi yang lebih tegas dari masyarakat Amerika, seperti membentuk komisi yang berfokus pada kebenaran, rekonsiliasi, dan reparasi.