News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rusuh di Amerika Serikat

Polisi Perancis Tembakkan Gas Air Mata Bubarkan Demo Anti-Rasisme untuk George FLoyd

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang demonstran membasuh wajahnya setelah terkena gas air mata saat aksi unjuk rasa atas kematian George Floyd, di dekat Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat, Minggu (31/5/2020) waktu setempat. Meninggalnya George Floyd, seorang pria keturunan Afrika-Amerika, saat ditangkap oleh polisi di Minneapolis beberapa waktu lalu memicu gelombang aksi unjuk rasa dan kerusuhan di kota-kota besar di hampir seantero Amerika Serikat. AFP/Roberto Schmidt

TRIBUNNEWS.COM, LILLE - Polisi Perancis menembakkan gas air mata untuk membubarkan sekitar 2.000 demonstran di kota Utara Lille pada Kamis (4/6/2020) waktu setempat.

Para demonsran meyuarakan protes atas kematian warga kulit hitam Amerika Serikat (AS) dalam tahanan polisi, pada 25 Mei lalu.

"Tidak ada keadilan, tidak ada damai," demikian seruan ribuan demonsran.

Ribuan demonstran ini bergabung dengan aksi-aksi yang sama di seluruh Amerika Serikat setelah kematian George Floyd yang tidak bersenjata di tangan polisi.

Baca: Sama dengan George Floyd, Siapa Adama Traore? Korban Kekerasan Polisi yang Sebabkan Prancis Rusuh

Para peserta pawai juga mengacungkan plakat, berbahasa Inggris bertuliskan, "kehidupan warga kulit penting," "Saya tidak bisa bernapas," dan "Hentikan kekerasan polisi."

Sebagian besar demonstran adalah anak muda yang berjalan ke pusat kota. Mereka juga menyerukan "Keadilan untuk Adama."

Adama Traore adalah seorang pria kulit hitam muda yang tewas dalam tahanan polisi Perancis pada 2016.

Pada Kamis (4/6/2020), polisi di Lille menembakkan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa.

Meskipun demikian para demonstran masih tetap bertahan hingga malam tiba.

"Hari ini orang merasa distigmatisasi, dikucilkan oleh Republik dan rakyat ini... menuntut untuk semuanya diintegrasikan, diakui, diperlakukan sama seperti orang lain," tegas salah satu orator berusia 32 tahun, Sofian Betrancourt, kepada AFP.

"Pertanyaan tentang tindak kekerasan polisi telah ada bertahun-tahun, tetapi pada saat yang sama ketidaksetaraan ini ditampilkan secara global," jelasnya. (AFP/Channel News Asia)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini