TRIBUNNEWS.COM - Korea Utara menolak tawaran Korea Selatan yang akan mengirimkan utusan khusus dengan maksud untuk mengurangi ketegangan bilateral yang kini meningkat di antara kedua belah pihak.
Korea Utara justru akan mengirimkan kembali tentara ke perbatasan demiliter sebagai langkah terakhir menuju pembatalan perjanjian perdamaian antar-Korea.
Seperti yang diberitakan Reuters, Rabu (17/6/2020), pengumuman tersebut dibuat agensi media pemerintah KCNA, sehari setelah Korea Utara meledakkan kantor penghubung yang didirikan di kota perbatasan sebagai bagian dari perjanjian damai 2018 oleh para pemimpin kedua negara.
Kembalinya memanas hubungan Korea Utara dan Korea Selatan terjadi setelah adanya selebaran propaganda yang dikirim oleh para pembelot ke Korea Utara.
Baca: Memanas, Militer Korea Utara Bersiap Ubah Zona Demiliterisasi Jadi Benteng Pertahanan Hadapi Korsel
Baca: Daftar 9 Negara Pemilik Total 13.400 Hulu Ledak Nuklir, Rusia Teratas, Korea Utara Paling Sedikit
Pada Senin (15/6/2020), Presiden Korea Selatan Moon Jae-in menawarkan untuk mengirim penasihat keamanan nasionalnya Chung Eui-yong dan kepala mata-mata Suh Hoon sebagai utusan khusus.
Namun Kim Yo Jong, adik perempuan Kim Jong Un dengan tegas menolak proposal yang tidak bijaksana dan dianggap menyeramkan itu, ujar KCNA.
"Moon sangat suka mengirim utusan khusus untuk 'mengatasi krisis' dan sering mengajukan proposal tidak masuk akal, tetapi dia harus paham bahwa trik seperti itu tidak akan lagi berhasil pada kami," kata KCNA.
"Solusi untuk krisis antara Utara dan Selatan yang disebabkan oleh ketidakmampuan dan tidak bertanggung jawab pihak berwenang Korea Selatan adalah tidak mungkin."
"Krisis ini hanya dapat dihentikan ketika ada harga yang pantas dibayarkan."
Belum ada komentar langsung dari kantor Moon mengenai pernyataan Korea Utara tersebut.
Setiap adanya langkah untuk membatalkan kesepakatan perdamaian lintas-perbatasan menimbulkan rintangan besar dalam upaya Moon untuk rekonsiliasi dengan Korea Utara.
Hal itu juga mempersulit upaya membujuk Pyongyang untuk meninggalkan program nuklir dan misilnya.