Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hari Darmawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah dua tahun diblokir, akhirnya Pemerintah Rusia mencabut pemblokiran terhadap aplikasi pesan instan Telegram.
Mengutip dari laman situs The Verge pada Minggu (21/6/2020), Telegram sebelumnya diblokir Pemerintah Rusia sejak April 2018, karena menolak menyerahkan kunci enkripsi yang bisa digunakan untuk mengakses data penggunanya.
Otoritas komunikasi Rusia, Roskomnadzor, menyebutkan alasan Telegram tak lagi diblokir di Rusia karena telah kooperatif dalam upaya memerangi terorisme dan ekstrimisme di platform chatting miliknya.
"Roskomnadzor membatalkan tuntutan untuk membatasi akses Telegram, sesuai dengan persetujuan yang diserahkan ke kantor kejaksaan Rusia," kata juru bicara Roskomnadzor.
Telegram sendiri disebutkan berbagai info, kerap dipakai oleh organisasi teroris untuk berkomunikasi dan menyebarkan propaganda karena memiliki mekanisme perlindungan terhadap privasi pengguna.
Hal ini ternyata bertentangan dengan undang-undang anti-terorisme di Rusia, yang mengharuskan penyedia layanan pesan instan untuk menyerahkan kunci enkripsi ke pihak otoritas.
Pada 2018 Pemerintah Rusia melancarkan blokir terhadap Telegram, dengan melancarkan blokir terhadap alamat IP penyedia layanan pesan instan tersebut.
Tetapi hal tersebut tidak berjalan efektif, karena Telegram tetap marak digunakan dan bahkan makin berkembang di Rusia.
Baca: Jam Berapa Gerhana Matahari Muncul di Kotamu Minggu, 21 Juni 2020, Hari Ini? Cek Pakai Cara Ini
Baca: Tegas Tolak Cinta Kenta, Haruka Sebut Kriteria Calon Suami: Orang Kaya
Para penyedia layanan internet (ISP) di Rusia dilaporkan sempat memblokir 15,8 juta alamat IP, di platform cloud Amazon dan Google yang digunakan sebagai jalur trafik oleh Telegram untuk menghindari blokir.
Kemudian tak sampai disitu, Rusia juga memblokir layanan VPN dan internet anonymizer yang sekiranya bisa digunakan untuk mengakses Telegram.
Pendiri Telegram, Pavel Durov, pada awal Juni 2020 meminta pemerintah Rusia mencabut blokir Telegram, agar warga bisa mengakses layanan yang memiliki 400 juta pengguna bulanan itu dengan lebih nyaman.
Menurut Durov, saat ini Telegram telah meningkatkan kemampuannya untuk mendeteksi dan menghapus konten berbau ekstrimisme.