Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Tatami Jepang, sejenis tikar yang digunakan sebagai bahan lantai di kamar bergaya tradisional Jepang, mengalami penurunan penjualan terus-menerus sejak 2008 hingga kini.
"Penjualan 2008 yang mencapai 17.472 tatami kini sudah berada sekitar 11.000 tatami per tahun, terus menerus menurun karena perubahan jaman saat ini, lebih banyak orang menggunakan kayu dan lantai batu ketimbang tatami di banyak tempat di Jepang," ungkap Suzuki seorang ahli tatami kepada Tribunnews.com Rabu ini (8/7/2020).
Tatami yang biasa dipakai di perumahan rakyat Jepang mulai turun setelah penggunaannya hanya untuk kamar tidur saja, atau satu dua ruangan saja di dalam sebuah rumah.
Kini penggunaan semakin berkurang karena model pembangunan knock-down perumahan yang cepat praktis dan terasa nyaman serta jauh lebih murah digunakan para kontraktor perumahan.
Pembuatan tatami yang masih banyak menggunakan pekerjaan tangan menjadikannya berharga mahal.
Namun menjadi murah karena produksi massal yang dilakukan di China diimpor ke Jepang.
Akibatnya juga menekan produksi dalam negeri semakin sulit tak bisa bersaing pula.
Tatami dibuat dalam ukuran standar, lebar dua kali lebih panjang, sekitar 0,9 m kali 1,8 m tergantung wilayahnya. Dalam seni bela diri, tatami adalah lantai yang digunakan untuk pelatihan dojo dan untuk kompetisi.
Tatami ditutupi dengan anyaman soft rush (igusa). Inti secara tradisional terbuat dari jerami, tetapi tatami kontemporer kadang-kadang memiliki papan serpihan kayu atau inti busa polistiren. Sisi-sisinya yang panjang biasanya bermata (heri) dengan brokat atau kain polos, meskipun beberapa tatami tidak memiliki tepian.
Selain impor dari China, produksi dari Kochi dan Kumamoto kini menjadi harapan banyak penggunanya karena memiliki wewangian yang disukai warga Jepang.
Istilah tatami berasal dari kata kerja tatamu (畳 む), yang berarti melipat atau menumpuk. Ini menunjukkan bahwa tatami awal tipis dan dapat dilipat saat tidak digunakan atau ditumpuk berlapis-lapis.
Tatami awalnya merupakan barang mewah untuk kaum bangsawan. Kelas bawah memiliki lantai tanah yang tertutup tikar.
Selama periode Heian (794 – 1185), ketika gaya arsitektur shinden-zukuri dari hunian aristokrat diwujudkan, lantai ruang-ruang megah shinden-zukuri sebagian besar terbuat dari kayu, dan tatami hanya digunakan sebagai tempat duduk untuk bangsawan tertinggi.
Pada periode Kamakura, muncul gaya arsitektur shoin-zukuri untuk para samurai dan pendeta yang telah mendapatkan kekuasaan. Gaya arsitektur ini mencapai puncak perkembangannya pada periode Muromachi, ketika tatami secara bertahap tersebar di seluruh ruangan, dimulai dengan kamar-kamar kecil. Kamar yang benar-benar menyebar dengan tatami kemudian dikenal sebagai zashiki (座 敷, kamar yang tersebar untuk duduk), dan memiliki aturan mengenai tempat duduk dan etiket menentukan pengaturan tatami di kamar.
Dikatakan bahwa sebelum pertengahan abad ke-16, bangsawan dan samurai yang berkuasa tidur di tatami atau tikar anyaman yang disebut goza (茣 蓙), sedangkan rakyat jelata menggunakan tikar jerami atau jerami longgar untuk alas tidur.
Tatami secara bertahap dipopulerkan dan mencapai rumah rakyat jelata menjelang akhir abad ke-17.
Rumah yang dibangun di Jepang saat ini sering memiliki sangat sedikit kamar berlantai tatami, jika ada. Punya satu saja sudah biasa. Kamar-kamar yang memiliki lantai tatami dan fitur arsitektur tradisional lainnya disebut sebagai nihonma atau washitsu, "kamar bergaya Jepang".
Sementara itu akan terbit Buku "Rahasia Ninja di Jepang", pertama di dunia cerita non-fiksi kehidupan Ninja di Jepang dalam bahasa Indonesia, akan terbit akhir Agustus 2020, silakan tanyakan ke: info@ninjaindonesia.com