TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali terjadi di Laut China Selatan dalam beberapa minggu terakhir.
China menggelar latihan militer sejak tgl 1 hingga 5 Juli. Sementara pada tanggal 4 Juli AS juga menggelar latihan militer untuk mengimbangi apa yang dilakukan oleh China.
Menghadapi hal ini, bagaimana Indonesia harus memilki sikap?
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menilai Indonesia harus punya perhatian besar agar ketegangan antara dua negara besar di Laut China Selatan tidak berubah menjadi perang antar dua negara besar.
Baca: Soal Ketegangan di Laut China Selatan, Bakamla: Kedaulatan Kita Aman
China kata dia, tidak seharusnya menggunakan kekerasan untuk menegaskan klaimnya. Karena hukum internasional tidak mengakui penggunaan kekerasan untuk perolehan wilayah.
AS juga tidak seharusnya menggunakan kekerasan karena sebagai negara, AS tidak berada di kawasan.
"Jangan sampai kawasan Laut China Selatan sebagai battle ground AS di luar kawasan," ujar Rektor Univeristas Jenderal Achmad Yani ketika dihubungi Tribunnews.com, Jumat (17/7/2020).
Indonesia juga perlu menyampaikan kesediaan untuk menjadi honest peace broker/juru damai yang tidak memiliki kepentingan.
Dia menilai, Indonesia pantas untuk menjadi juru damai, karena Indonesia adalah negara anggota ASEAN yang besar dan tidak mempunyai konflik baik dengan China maupun AS.
Kemudian, Indonesia harus dapat menyampaikan ke China agar tidak memanfaatkan kondisi Pandemi Covid 19 untuk meraih keuntungan dalam klaimnya di Laut China Selatan, bahkan hingga menutup jalur pelayaran internasional.
"Bila China memanfaatkan suasana pandemi ini maka China tidak hanya berhadapan dengan negara-negara yang bersengketa dengannya, seperti Vietnam, Malaysia, Brunei dan Filipina, tetapi berhadapan dengan AS dan sekutunya," paparnya.
Indonesia juga menurut dia, harus menyampaikan kepada AS untuk dapat menahan diri dalam penggunaan kekerasan terhadap China karena penggunaan kekerasan tidak akan memberi keuntungan apapun kepada negara-negara di kawasan.
Terakhir Indonesia perlu menyampaikan ke dunia tidak memiliki klaim tumpang tindih di Laut China Selatan, baik laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen.
"Ketegasan ini perlu disampaikan karena Indonesia tidak pernah mengakui adanya klaim sepihak dari China terkait sembilan garis putus. Klaim tersebut dinegasikan oleh Indonesia dengan melakukan penangkapan terhadap kapal-kapal nelayan berbendera China yang memasuki wilayah ZEE Indonesia," jelasnya.