Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT - Fábrica de Explosivos Moçambique (FEM), sebuah perusahaan manufaktur bahan peledak Mozambik, mengaku sebagai pembeli atau pemesan amonium nitrat yang meledak di pelabuhan Beirut, Lebanon, Selasa (4/8/2020).
Dalam wawancara dengan CNN, FEM mengatakan amonium nitrat yang dibeli rencananya akan digunakan untuk kegiatan pertambangan.
"Kami dapat mengkonfirmasi bahwa ya, kami memesannya," juru bicara FEM kepada CNN saat memberikam keterangan terkait ledakan di Beirut, Sabtu (8/8/2020).
"Amonium nitrat dimaksudkan untuk pembuatan bahan peledak untuk perusahaan tambang di Mozambik," kata Juru Bicara FEM.
Namun Amonium nitrat yang dipesan itu tidak pernah sampai ke Mozambik, kata juru bicara tersebut.
Sebaliknya kata dia, amonium nitrat disimpan dalam gudang di pelabuhan Beirut selama lebih dari enam tahun sebelum meledak awal pekan ini.
Ledakan itu telah mengakibatkan ibu kota Lebanon luluhlantak dan setidaknya 158 orang tewas.
"Biasanya, ketika Anda melakukan pemesanan untuk apa pun yang Anda beli, itu tidak lazim, Anda tidak mendapatkan barangnya. Apalagi ini diangkut kapal, itu tidak seperti surat, satu hal yang hilang dalam pos, itu kuantitasnya besar."
Juru bicara FEM ini telah bekerja di perusahaan sejak 2008 dan mengatakan tidak ada yang sama kehilangan pengiriman amonium nitrat sejak saat itu.
CNN setuju untuk tidak mempublikasikan nama juru bicara karena keprihatinan privasi karyawan di tengah berita internasional yang sensitif.
Pengiriman amonium nitrat pada September 2013, dimulai di Georgia, tempat bahan kimia ini diproduksi.
Kemudian diangkut di kapal Rusia, Rhosus, yang berlabuh di Beirut, tempat bahan kimia itu telah disimpan di gudang selama lebih dari enam tahun.
"Pengiriman tidak pernah dilakukan ke Mozambik," kata sumber itu.
FEM telah bekerja sama dengan perusahaan perdagangan luar untuk memfasilitasi mengiriman amonium nitrat itu dari Georgia ke Mozambik.
Tapi beberapa bulan setelah amonium nitrat meninggalkan Georgia, juru bicara mengatakan, perusahaan perdagangan mengatakan FEM itu pesanan itu tidak akan pernah tiba.
Baca: Hizbullah Menjawab Tudingan Keterlibatan dalam Ledakan Beirut
"Kami baru saja diberitahu oleh perusahaan perdagangan: ada masalah dengan kapal, pesanan Anda tidak akan disampaikan, " kata juru bicara itu.
"Jadi, kami tidak pernah membayarnya, karena kami tidak pernah menerimanya."
FEM kemudian membeli pesanan amonium nitrat lagi untuk menggantikan barang yang hilang dan yang sudah dikirim.
Juru bicara mengatakan mereka berencana membayar dengan "jumlah dana yang signifikan" untuk bahan kimia tersebut pada pesanan pertama. Tetapi pembayaran itu tidak pernah dilakukan.
"Sementara perusahaan menyadari, kapal itu telah ditahan di Beirut dan kemudian disita oleh pejabat Lebanon," ujar juru bicara.
Baca: Aksi Protes Pasca Ledakan Beirut, 10000 Massa Serbu Gedung Kementerian, Lebih dari 117 Orang Terluka
"Itu sama sekali di luar kendali."
Juru bicara mengatakan kolega di perusahaan itu sangat "terkejut " mengetahui berapa lama bahan kimia itu telah disimpan di pelabuhan karena "bahan itu bukan bahan yang ingin dsimpan tanpa harus menggunakannya."
Dia menambahkan, "ini adalah bahan yang sangat berbahaya dan Anda perlu untuk mengangkut dengan standar keamanan transportasi yang sangat ketat ."
Sumber menambahkan, "itu adalah bahan berbahaya, itu adalah oksidator yang sangat kuat dan digunakan untuk memproduksi bahan peledak. Tapi itu tidak seperti mesiu yang hanya menyalakannya dengan korek api dan akan segera meledak seperti kembang api. Ini jauh lebih stabil. "
Kuantitas-2750 metrik ton, menurut pengacara yang mewakili kru kapal--juga kecil dibandingkan dengan pengiriman komersial lainnya amonium nitrat, menurut juru bicara FEM.
"Itu kuantitasnya jauh lebih sedikit daripada yang kami gunakan dalam sebulan konsumsi, " kata sumber.
Dia menambahkan, "ada beberapa negara di dunia dengan konsumsi tahunan lebih dari 1.000.000 ton. Ini hanya 2700 (ton)."
Juru bicara mengungkapkan bahwa perusahaan Mozambik hanya mengetahui keterlibatan mereka dalam laporan berita pada hari Rabu yang menyebut tujuan kapal ke Mozambik.
"Pada hari Rabu ada beberapa berita yang mengatakan kapal kargo ini awalnya dimaksudkan untuk pergi ke Mozambik. Jadi, ketika itu terjadi, kami tahu itu mungkin buat kami," kata juru bicara itu.
"Ini sangat besar dan menghancurkan ketika melihat semua itu (peristiwa di Beirut). Dan dengan kesedihan besar, kami melihatnya."
"Dan sayangnya, kami melihat ada nama kami dikaitkan, meskipun kami sama sekali tidak memiliki bagian di dalamnya. "
Tentang Kolonel yang Tewas Misterius
Jauh sebelum kejadian ini, seorang pejabat Lebanon yang tewas secara misterius pada 2017 lalu, pernah meminta agar 2.750 ton amonium nitrat dipindahkan dari pelabuhan.
Pada 2013, pejabat itu telah menyerukan pemindahan 2.750 ton amonium nitrat dari pelabuhan Beirut di 2013, menurut dokumen yang dibagikan media Lebanon pada Kamis (6/8/2020).
Kolonel Joseph Skaf, kepala Divisi pengendalian narkoba di Bea Cukai Lebanon, menulis pada saat itu:
"Kami memberitahu Anda, divisi ini menerima informasi tentang kehadiran kapal Rhosus di pelabuhan Beirut. Kapal itu sarat dengan amonium nitrat, yang digunakan sebagai bahan peledak, sangat berbahaya dan merupakan ancaman bagi keselamatan masyarakat."
"Dia meminta pihak berwenang untuk memindahkan kapal menjauh dari dermaga pelabuhan dan menempatkannya di bawah pengawasan," menurut dokumen, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (7/8/2020).
Skaf meninggal dunia pada 2017, namun penyebab kematiannya tidak diketahui secara definitif, karena terdapat dua laporan otopsi yang bertentangan.
Surat Kabar utama Lebanon An-Nahar melaporkan ada dua kemungkinan yang bisa menjadi penyebab kematian Skaf pada waktu itu:
"Apakah mantan Kolonel Joseph Skaf kaki tergelincir atau ia terlempar dari ketinggian tiga meter? Sebuah pertanyaan yang tetap belum terungkap, terutama setelah dua laporan forensik yang kontradiksi yang ditugaskan oleh jaksa penuntut umum dari dua pemeriksa medis, "mengutip sebuah sumber dalam pasukan keamanan internal Lebanon (ISF).
Sumber ISF berkata pada waktu itu sudah direncanakan karena ditemukan dua luka memar pada bagian kepala sang kolonel.
"Salah satu dari dua laporan tersebut menyatakan itu sebagai insiden atau kecelakaan, dan yang lainnya menegaskan itu disengaja karena diremukan memar di kepala almarhum."
Timbunan amonium nitrat di pelabuhan Beirut meledak pada Selasa (4/8/2020), menewaskan sedikitnya 137 orang dan melukai lebih dari 5.000 orang.
Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan ledakan itu disebabkan oleh timbunan amonium nitrat yang disimpan di pelabuhan selama bertahun-tahun tanpa tindakan pengamanan.
16 Orang Ditahan
Ototitas Lebanon telah menangkap 16 orang terkait ledakan besar di gudang pelabuhan Beirut pada Selasa (4/8/2020).
Demikian kantor berita negara National News Agency (NNA) mengutip keterangan hakim Fadi Akiki, perwakilan pemerintah di pengadilan militer, seperti dilansir Reuters, Jumat (7/8/2020).
Sumber peradilan dan media lokal mengatakan Manajer Umum Pelabuhan di antara mereka yang ditahan.
Fadi Akiki mengatakan sejauh ini lebih dari 18 orang mulai dari pejabat pelabuhan, Bea Cukai dan pihak terkait yang terlibat dalam pekerjaan pemeliharaan di gudang.
"Enam belas orang telah ditahan sebagai bagian dari penyelidikan," ujar Akiki.
Dia mengatakan penyelidikan masih terus berlanjut.
Sebuah sumber yudisial dan dua penyiar lokal mengatakan Manager Umum Hassan Koraytem di antara mereka yang ditahan.
Sebelumnya, bank sentral mengatakan telah membekukan rekening tujuh orang termasuk Koraytem.
Total Kerugian Mencapai Rp216 Triliun
Gubernur Beirut Marwan Abboud memperkirakan kerugian akibat ledakan Selasa (4/8/2020) mencapai 10 hingga 15 miliar dolar AS atau sekitar Rp144 triliun-Rp216 triliun.
Jumlah ini termasuk kerugian langsung dan tidak langsung yang berkaitan dengan bisnis.
Demikian disampaikam Gubernur Beirut kepada Al Hadath TV pada Rabu (5/8/2020) waktu setempat, seperti dilansir Reuters, Kamis (6/8/2020).
Gubernur juga mengatakan kepada Al Hadath TV bahwa jumlah gandum yang tersedia saat ini terbatas.
Bahkan ia berpikir, krisis akan terjadi, jika tanpa campur tangan internasional.
Hingga Rabu (5/8/2020) malam, jumlah korban tewas mencapai 135 orang, sekitar 5.000 lainnya terluka dan puluhan lainnya masih hilang.
Pemerintah Lebanon telah meminta dukungan bantuan dari komunitas internasional.
Ledakan di pelabuhan Beirut itu juga mengakibatkan 250 ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Dalam pidato Nasionalnya, Presiden Lebanon menegaskan, pemerintah "bertekad untuk menyelidiki dan mengekspos apa yang terjadi sesungguhnya sesegera mungkin.
Aoun berjanji, penyelidikan dan hasilnya akan terungkap secara transparan.
Demikian ia menegaskan dalam pertemuan darurat menteri kabinet pada Rabu (5/8/2020),
Dia juga memohon kepada negara lain untuk mempercepat bantuan ke Lebanon, yang sudah bergulat dengan krisis ekonomi.
Aoun tegaskan, mereka yang bertanggung jawab akan berhadapan dengan hukum.
"Mereka yang bertanggung jawab akan diberi hukuman paling berat," tulis Aoun dalam akun Twitter kepresidenan.
Aoun mengatakan keadaan darurat selama dua pekan harus diumumkan atas insiden ledakan besar yang hingga saat ini masih diselidiki asal-muasalnya.
Status darurat ini dirasa tepat menyusul besarnya dampak yang dirasakan di sepenjuru Beirut, bahkan hingga area pinggiran ibu kota ini. (CNN/Al-Arabiya/Reuters/Al Jazeera/BBC/CNN/AFP/AP/Channel News Asia/NYTimes)