TRIBUNNEWS.COM - Sebelum terjadinya ledakan dahsyat yang menimpa ibukota Beirut Lebanon, setidaknya 10 kali 'alarm' telah berbunyi selama enam tahun terakhir.
Pihak berwenang dari Bea Cukai Lebanon, Militer, Badan Keamanan dan Pengadilan telah memperingatkan adanya persediaan besar bahan kimia peledak yang disimpan dengan hampir tanpa pengamanan di Pelabuhan di jantung kota Beirut.
Namun dalam lingkar kelalaian tersebut, akhirnya tidak ada yang bisa dilakukan hingga Selasa (4/8/2020) lalu, 2.750 ton amonium nitrat meledak.
Ledakan itu pun seketika melenyapkan pusat komersial utama kota dan menyebarkan kematian, serta menerbangkan puing-puing bangunan berkilo-kilo meter jauhnya.
Baca: Buntut Insiden Ledakan Besar di Beirut Lebanon, Ribuan Demonstran Tuntut Tanggung Jawab Pemerintah
Dikutip dari SCMP, Presiden Lebanon, Michel Aoun, yang menjabat sejak 2016, mengatakan pada Jumat (7/8/2020) kemarin, ia pertama kali diberitahu tentang persediaan berbahaya ini hampir tiga minggu lalu.
Ia pun segera memerintahkan badan-badan militer dan keamanan untuk melakukan "apa yang diperlukan".
Tetapi dia menyarankan tanggung jawabnya berakhir di sana, alasannya dia tidak memiliki otoritas atas pelabuhan.
Padahal, pemerintah sebelumnya telah diberitahu tentang keberadaan bahan kimia berbahaya tersebut.
Pada akhirnya, rekaman-rekaman yang muncul di media sosial sejak ledakan itu menggarisbawahi korupsi, kelalaian dan ketidakmampuan oligarki politik yang berkuasa lama di Lebanon.
Baca: Dampak Ledakan di Beirut Lebanon, Rumah Sakit Kewalahan, Unjuk Rasa Tuntut Pemerintah Mundur Pecah
Serta, kegagalannya untuk menyediakan kebutuhan dasar rakyatnya, termasuk keamanan.
Penyelidik yang menyelidiki ledakan itu berfokus pada personel di Pelabuhan Beirut, pelabuhan utama Lebanon, yang terkenal karena korupsi.
Sejauh ini, setidaknya 16 pegawai pelabuhan telah ditahan dan lainnya diperiksa.
Pada Jumat lalu, penyelidik juga telah memeriksa dan memerintahkan penahanan Kepala Pelabuhan, Hassan Koraytem, Kepala Bea Cukai Lebanon, Badri Daher, dan Kepala Bea Cukai Lebanon sebelumnya, Shafik Merhi.
Berdasarkan informasi, ledakan amonium nitrat ini merupakan ledakan terbesar dalam sejarah Lebanon.
Baca: Kisah Dokter Atasi Pasien Berdarah Akibat Ledakan di Lebanon: Belasan Orang Dirawat di Reruntuhan
Korban tewas yang diketahui mencapai 154 orang, termasuk mayat yang ditemukan dari puing-puing hari Jumat.
Serta lebih dari 5.000 orang terluka.
Kerusakan miliaran dolar terjadi di seluruh kota, di mana banyak warga miskin akibat krisis keuangan Lebanon.
Tanggapan Aoun mengonfirmasi, politisi papan atas ini telah mengetahui persediaan tersebut.
"Bahannya sudah ada tujuh tahun, sejak 2013. Sudah ada, katanya berbahaya dan saya tidak bertanggung jawab."
"Saya tidak tahu di mana itu ditempatkan. Saya bahkan tidak tahu tingkat bahayanya. Saya tidak punya kewenangan untuk berurusan langsung dengan pelabuhan," kat Aoun dalam konferensi persnya.
Baca: Kesaksian Korban Ledakan Beirut: Suasana Mirip Perang Lebanon, Ada yang Terhempas ke Udara
Sebab dia mengaku telah memerintahkan pejabat militer dan keamanan "untuk melakukan apa yang diperlukan."
"Ada pangkat yang harus mengetahui tugas mereka, dan mereka semua diberi tahu. Saat Anda merujuk dokumen dan berkata, 'Lakukan apa yang diperlukan,' bukankah itu perintah?" dia menambahkan.
Menurutnya, ledakan itu mungkin disebabkan oleh kelalaian, tetapi penyelidikan juga akan melihat kemungkinan ledakan itu bisa disebabkan oleh bom atau "intervensi eksternal" lainnya.
Dia juga mengatakan, telah meminta gambar satelit Prancis sebelum terjadinya ledakan untuk melihat apakah mereka menunjukkan pesawat atau rudal.
(Tribunnews.com/Maliana)