TRIBUNNEWS.COM - Belasan anak penyitas kanker kehilangan akses perawatan sejak ledakan dahsyat melanda Beirut, Lebanon.
Ini dikarenakan banyak rumah sakit yang rusak hingga dinilai tidak berfungsi lagi setelah diterpa musibah itu.
"Sulit untuk mengetahui bahwa kami memiliki penyakit yang mematikan tetapi dapat diobati."
"Dan kami tidak dapat melakukan apa pun untuk anak-anak ini karena semuanya hancur," kata Peter Noun, Kepala Departemen Hematologi dan Onkologi Pediatrik St. George.
Ledakan di area pelabuhan Beirut itu menewaskan lebih dari 150 jiwa dan menyebabkan 5.000 orang luka-luka.
Baca: Setelah Mengalami Ledakan Dahsyat, Lebanon Catat Rekor Jumlah Kasus Covid-19 Harian Tertinggi
Baca: Menlu Jerman: Pemerintah Lebanon Harus Perangi Korupsi Setelah Ledakan Beirut
Setidaknya empat rumah sakit besar hancur, salah satunya rumah sakit terbesar di Beirut, St. George.
Rumah Sakit St. George adalah salah satu dari dua rumah sakit yang rusak parah.
Alhasil para pasien di sana harus dipindahkan dan menutup operasinya.
Kebanyakan anak-anak penderita kanker ini semakin dipersulit dengan fakta bahwa banyak rumah sakit yang kelebihan kapasitas.
Rumah sakit yang masih bertahan dipenuhi ribuan korban luka akibat ledakan.
Padatnya rumah sakit berpotensi menyebabkan penularan Covid-19 yang lebih masif.
Menurut catatan Worldometers pada Kamis (13/8/2020), Lebanon tercatat ada 7.413 kasus infeksi Corona.
Adapun jumlah kematian akibat virus ini mencapai 89 dengan angka kesembuhan 2.407.
Diberitakan Tribunnews sebelumnya, Lebanon mengumumkan rekor jumlah kasus Covid-19 harian tertinggi pada pada Selasa (11/8/2020).
Baca: Alasan PM Lebanon Hassan Diab Mengundurkan Diri: Ingin Berdiri Bersama Rakyat Hadapi Pelaku Ledakan
Terdapat tujuh kematian akibat virus corona dengan lebih dari 300 infeksi dilaporkan.
Menurut data Kementerian Kesehatan, hingga Rabu (12/8/2020) pagi, negara ini mencatat 7.121 kasus Covid-19 dan 87 kematian sejak Februari.
Sementara ini sebagian besar pasien kanker di tahap kritis Noun ditempatkan di rumah sakit di luar Beirut.
Gobran Pierre Tawk memiliki putri yang didiagnosa kanker sejak Desember lalu, di saat Lebanon menderita krisis ekonomi.
Tiga tahun lalu Tawk pindah ke Lebanon dari Australia untuk tinggal di negara ini, namun dia berencana akan pindah lagi pasca ledakan.
"Saya percaya di Lebanon, tapi saya juga seorang ayah."
"Prioritas saya adalah memastikan Amanda aman dan bahagia."
"Ada seseorang yang sedang sekarat karena kanker, dan itu haknya untuk mendapatkan perawatan," kata Tawk.
Baca: Otoritas Keamanan Negara Telah Beri Peringatan Sebelum Ledakan Besar Guncang Beirut
Baca: Daftar Sejumlah Menteri yang Mundur Akibat Ledakan di Beirut dan Krisis Ekonomi
Tawk mengaku cinta dengan negaranya ini, Lebanon.
Namun dia tidak ingin merasa was-was karena anak-anaknya tidak mendapat perawatan maksimal di sini.
Marita Reaidy, seorang pasien kanker berusia 7 tahun menganggap St. George sebagai rumahnya.
Selama ini dia selalu mendapatkan perawatan kanker di sana.
"Rumah saya sekarang hancur," katanya.
"Ini rumah sakitku. Sudah pergi. Aku tidak ingin rumah sakitku mati seperti ini," jelas bocah belia ini.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani/Maliana)